Jokowi Bertemu Menteri Norwegia Bahas Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Andreas Bjelland Erikson, di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (2/6). Mereka untuk membicarakan kerja sama kedua negara dalam menurunkan emisi karbon hingga soal aturan anti deforestasi Uni Eropa.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, mengatakan pertemuan membahas mengenai berbagai langkah-langkah pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada sektor kehutanan. Sasaran utama Indonesia saat ini adalah Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada 2030.
"Tadi kami berbicara tentang bagaimana kerja sama MoU antara Indonesia dan Norwegia," kata Siti Nurbaya pada konferensi pers setelah pertemuan, Minggu (3/6).
Dia mengatakan saat ini sudah ada dukungan konkret dari Norwegia senilai US$ 156 juta untuk penurunan 30,2 juta ton karbon sebagai prestasi aksi iklim Indonesia.
Aturan Anti Deforestasi Uni Eropa
Menurut Siti, Presiden Jokowi pada kesempatan itu juga meminta Norwegia untuk memberikan pemahaman agar tidak terjadi diskriminasi minyak sawit Indonesia. Hal itu terkait aturan produk bebas deforestasi atau European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
Pada kesempatan itu, Siti mengatakan, Jokowi menyampaikan pada Erikson bahwa Indonesia menyampaikan sudah menangani masalah minyak sawit dengan baik.
"Tadi Bapak Presiden juga appeal (memohon) kepada Norwegia untuk memberi pemahaman dan persepsi yang tepat agar tidak terjadi diskriminasi terkait dengan sawit," ujar Menteri Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya mengatakan, butuh penyesuaian untuk metode mengukur inventori lahan di Indonesia sesuai dengan EUDR. Pasalnya, kemungkinan terjadi error yang besar jika menggunakan metode Global Forest Watch (GFW).
"Terkait dengan itu saya juga melaporkan bahwa EUDR, European Union, sedang mengintroduksi alat untuk mengukur inventori hutan dan lahan," kata Siti Nurbaya.
Dia mengatakan Indonesia tidak hanya berdiam diri mengenai regulasi yang dibuat UE untuk melarang komoditi dan produk turunan pertanian serta perkebunan yang berasal dari proses deforestasi dan degradasi hutan.
EDUR juga mewajibkan pemasok untuk memberikan keterangan koordinat dari lahan di mana komoditas dan produk mereka diproduksi dan memberikan informasi terkait lokasi tersebut.
"Terima kasih Norway membantu kita pengadaan satelit resolusi tinggi, artinya kalau diadain gambarnya bisa lebih tepat menunjukkan kondisi sesungguhnya di ground. Itu Norway kasih ke kita juga," kata Siti Nurbaya.