Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melihat, Indonesia perlu membangun sistem pertanian dan pangan yang berkelanjutan dalam memastikan keamanan pangan dan lingkungan akibat dampak dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Tanpa sistem pertanian yang berkelanjutan, Indonesia akan menghadapi tantangan berat untuk memenuhi meningkatkan kebutuhan pangan dan krisis iklim.
Peneliti CIPS Azizah Fauzi mengatakan, Indonesia yang memiliki 270 juta penduduk menghadapi kebutuhan mendesak untuk memiliki sektor pertanian pangan yang berkelanjutan guna mengatasi berbagai masalah. Pertumbuhan jumlah penduduk akan diiringin dengan meningkatnya permintaan akan pangan.
Akibatnya, pertanian akan bergantung kepada pupuk kimia yang digunakan melebihi dosis dan berbahaya terhadap lingkungan. "Praktik-praktik pertanian yang tergantung pada penggunaan pupuk kimia yang tidak tepat dosis dan konversi lahan mengancam kemampuan lingkungan untuk mendukung produksi pangan jangka panjang," ujar Azizah, Kamis (6/6).
Azizah mengatakan, masalah yang akan terjadi akibat praktik pertanian tidak berkelanjutan akan menghantui Indonesia. Misalnya, erosi tanah, menipisnya sumber air, serta hasil pertanian yang semakin menurun, dan ancaman keamanan pangan nasional di masa mendatang.
Menurutnya, cara pertanian yang ada saat ini seringkali memakan biaya lingkungan yang tinggi seperti deforestasi. Selain itu, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan tinggi dan ada potensi hilangnya keberagaman hayati di Indonesia.
"Selain itu, penggunaan pupuk serta pestisida yang berlebihan akan mencemari sumber air dan ekosistem. Pendekatan berkelanjutan, yang memprioritaskan kesehatan lahan, konservasi air, dan keberagaman hayati sangat penting demi kesehatan lingkungan jangka panjang," ujarnya.
Indonesia Rentan terhadap Dampak Krisis Iklim
Ia juga melihat bahwa Indonesia juga sangat rentan terhadap dampak krisis iklim seperti banjir dan kekeringan. Selain terdampak, sektor pertanian juga berperan dalam krisis iklim melalui emisi gas rumah kaca. Selain itu, pertanian yang tidak berkelanjutan juga hanya akan memperburuk keadaan dan dampaknya akan dirasakan petani.
Azizah menyebut, sistem pangan berkelanjutan juga penting untuk memastikan akses pangan sehat untuk masyarakat Indonesia. Pasalnya, pertanian yang tidak berkelanjutan dengan penggunaan input berlebihan bahan dapat menyebabkan tercemarmya bahan pangan oleh unsur kimia berbahaya, seperti residu pestisida. Selain itu, pertanian yang tidak berkelanjutan akan membatasi akses petani terhadap ekspor.
Menurutnya, dalam transisi menuju sektor pertanian pangan berkelanjutan, pemerintah dapat memainkan peran penting dengan memberlakukan kebijakan yang mendorong praktik berkelanjutan.
"Termasuk, dengan mendorong riset dan pengembangan pertanian berkelanjutan serta berinvestasi pada infrastruktur yang mendukung tata kelola air yang efisien," ucapnya.
Bukan hanya itu, petani juga dapat diberdayakan dengan pemberian pengetahuan serta keterampilan untuk menerapkan praktik berkelanjutan. Seperti rotasi tanaman, pembuatan kompos, serta tata kelola hama yang terintegrasi.
Kemajuan teknologi juga dapat berperan dalam mendorong pertanian yang berkelanjutan, seperti melalui pengembangan varietas yang tahan cuaca. Teknik-teknik pertanian presisi yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya, serta platfom yang dapat menghubungkan petani dengan pasar dan sumber pengetahuan.