Kualitas Udara Jakarta Tak Sehat, Warga Disarankan Pakai Masker

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wpa.
Suasana polusi udara yang menyelimuti kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jakarta, Sabtu (15/6/2024). Berdasarkan data IQAir pukul 05.00 WIB mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 106 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 40,4 mikrogram per meter kubik atau 8,1 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara tahunan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
24/6/2024, 06.19 WIB

Kualitas udara Kota Jakarta tercatat tidak sehat pada Senin (24/6). Warga disarankan mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, demikian seperti dinyatakan dalam laman IQAir yang diperbaharui pada pukul 05.00 WIB.

IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 158 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 65 mikrogram per meter kubik atau 13 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

 Adapun PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.

Rekomendasi kesehatan mengingat kualitas udara saat ini selain mengenakan masker, juga mengurangi aktivitas luar ruang, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara.

 Kualitas udara Jakarta bila dibandingkan sembilan wilayah lain di Indonesia menempati peringkat kedua terburuk setelah Tangerang Selatan, Banten (180). Sebelumnya, kualitas udara Jakarta tercatat dalam kondisi serupa pada Jumat (21/6) dan Sabtu (22/6) dengan poin masing-masing 156 dan 162.

Modifikasi Cuaca

Menanggapi hal in, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginstruksikan agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Jakarta.

 TMC sebelumnya pernah dilakukan pada pertengahan tahun 2023 guna mengatasi pencemaran udara di Jakarta pada saat musim kemarau dan akhir tahun 2022, untuk menanggulangi potensi cuaca ekstrem yang terjadi.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memodifikasi cuaca Jakarta.

“Kami berkoordinasi dengan BNPB dan BMKG mengenai arahan Pj Gubernur untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Jakarta, seiring dengan kondisi udara Jakarta yang sedang memburuk beberapa waktu terakhir," ucap Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji pada Sabtu (22/6).

Wilayah Jakarta dan sekitarnya, kata Isnawa, pernah melakukan TMC untuk mengatasi kondisi cuaca ekstrem dan polusi udara.

"Seperti pada akhir tahun 2022, BPBD berkoordinasi dengan tim gabungan TMC yang terdiri dari BMKG, BRIN, BNPB dan TNI AU untuk melakukan penyemaian garam di kawasan Jakarta untuk penanggulangan potensi cuaca ekstrem yang terjadi," kata dia.

Kemudian pada pertengahan tahun 2023 juga pernah dilakukan TMC untuk mengatasi pencemaran udara di Jakarta pada saat musim kemarau dengan kolaborasi dari tim gabungan.

"Tujuannya memastikan polusi udara Jakarta dapat terkendali dan tidak memberikan dampak lanjutan yang serius bagi masyarakat Jakarta," katanya.

Saat ini BPBD DKI kembali berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait untuk kembali melakukan TMC. Salah satunya adalah BMKG.

“BMKG telah membentuk kedeputian yang khusus bekerja melakukan operasi modifikasi cuaca, yang nantinya dapat membantu Jakarta untuk membahas lebih teknis mengenai pelaksanaan operasional TMC ke depan," kat
Isnawa.

Reporter: Antara