Pertamina New and Renewable Energy (NRE) pada bulan ini akan menandatangani sebuah perjanjian mengenai teknologi tangkap karbon (CCS) bersama perusahaan baja asal Asia yang beroperasi di Indonesia.
“Prominent steel company dunia tapi punya operation di Indonesia, satu sampai dua minggu lagi akan launching beritanya. Akhir Juli, target kami akan signing something dengan mereka,” kata Kepala Departemen CCS Pertamina NRE Bayu Prabowo saat ditemui di Jakarta pada Kamis (4/7).
Pertamina sebelumnya telah bekerja sama dengan Exxonmobil pengembangan CCS yang diresmikan pada Mei lalu. Bayu mengatakan model bisnis CCS dengan Exxon ini Pertamina hanya menyediakan tempat atau basinnya saja, sementara Exxon mendatangkan karbonnya dari external.
Bayu mengatakan Pertamina ingin memperluas kerja sama CCS dengan model kerja sama yang lebih utuh, mulai dari menangkap atau capturing carbon, transportasi, hingga storing dilakukan di Indonesia. “Jadi dengan begitu kan kami lebih efektif mengurangi karbon yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut Bayu mengatakan perjanjian dengan perusahaan baja ini berbentuk studi atau kajian. Hasil dari studi ini berbentuk masukkan untuk kebijakan pengembangan CCS baik untuk Indonesia maupun negara asal perusahaan baja ini.
Mengenai nilai investasinya Bayu menyebut angka berada di rentang US$ 200-300 juta per satu ton CO2 per tahun. “Angka pastinya perlu dicek kembali, berarti investasinya sekitar Rp 5 triliunan. Itu kan bukan angka yang kecil. Jadi kalau kami distribusikan biayanya akhirnya per ton CO2 capture itu biayanya hampir US$ 100 dollar,” ucapnya.
Menurut Bayu, kerja sama dengan perusahaan luar negeri merupakan langkah yang bagus bagi pengembangan CCS di Indonesia. Terlebih jika negara lain dengan kondisi ekonomi lebih bagus memiliki paket insentif yang lebih baik. Sebab menurutnya jika pengembangan awal CCS ini dilakukan mandiri maka akan lebih sulit.
“Cuman kalau untuk tahap awal kita lakukan sendiri, seperti kayak telur sama ayam. Kita belum punya pengalaman, belum punya capability, jadinya harga yang mahal. Tapi kalau kita tidak berbagi, akan stagnan perkembangannya,” kata dia.
Proyek CCS dengan Exxon
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan ExxonMobil akan mengembangkan hub teknologi tangkap karbon (CCS/CCUS) di wilayah kerja (WK) Offshore South East Sumatra (OSES). CCS/CCUS hub ini memiliki potensi untuk menyimpan karbon dioksida atau CO2 domestik dan internasional melalui Asri Basin Project CCS Hub yang berada di WK OSES.
Pengembangan CCS/CCUS di WK OSES ini ditandai dengan penandatanganan Preliminary Agreement antara Pertamina dan ExxonMobil di IPA CONVEX) ke-48 pada Rabu (15/5).
Preliminary Agreement ini merupakan salah satu perjanjian turunan dari Head of Agreement (HoA) antara pihak ExxonMobil - Pertamina – PHE yang telah dilaksanakan pada 2022 lalu.
Preliminary Agreement tersebut ditandai dengan penandatanganan yang dilakukan langsung oleh Senior Vice President Business Development ExxonMobil Indonesia, Egon van der Hoeven, dengan Direktur Pengembangan & Produksi, Awang Lazuardi, Rabu (15/5).
Melalui penguatan kerja sama ini, PHE dan ExxonMobil akan mematangkan dan menyiapkan rancangan model komersial untuk pengembangan hub CCS/CCUS regional di WK OSES.
"Sebagai bagian dari studi yang sedang dilakukan bersama, PHE dan ExxonMobil akan melakukan pengeboran Appraisal dalam rangka pengambilan data yang nantinya data tersebut akan menjadi acuan untuk pengembangan CCS Hub Asri Basin,” kata Awang dalam siaran pers.