Indonesia Denda Rp 5 Miliar dan Penjarakan Nakhoda Kapal Pencemar Laut

vecteezy.com/sujin jetkasettakorn
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan sanksi denda Rp 5 miliar dan hukuman tujuh tahun penjara bagi nakhoda kapal Iran yang mencemari laut Natuna Utara, Indonesia dengan tumpahan minyak.
Penulis: Djati Waluyo
16/7/2024, 10.28 WIB

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan sanksi denda Rp 5 miliar dan hukuman tujuh tahun penjara bagi Mahmoud Mohamed Abdelazi Mohamed Hatiba (43), nakhoda kapal MT Arman 114 yang berbendera Iran. Kapal yang membawa muatan minyak mentah itu menyebabkan pencemaran di laut Natuna Utara, Indonesia. 

Warga negara Mesir itu terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 69 ayat (1) Huruf a jo Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," demikian pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam pada 10 Juli 2024. 

Selain itu, Majelis Hakim dalam putusannya juga menyatakan barang bukti berupa satu unit kapal MT Arman 114 berbendera Iran beserta muatan light crude oil sejumlah 166.975,36 metrik ton dirampas untuk negara. Putusan tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

Putusan majelis hakim ini terhadap pelanggaran norma larangan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) Huruf a jo Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar .

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani menyambut baik putusan tersebut. Ia menilai pelaku kejahatan lingkungan khususnya pencemaran laut Indonesia harus diberikan hukuman maksimal guna memberikan efek jera.

"Kita harus menindak tegas kapal-kapal asing yang menjadikan laut Indonesia jadi tempat pembuangan limbah. Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum maksimal agar ada efek jera," ujar Rasio dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (16/7).

Sebelumnya, pada 15 Juni 2022 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam juga pernah menjatuhkan hukuman pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 5 milliar terhadap kasus memasukkan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) ke wilayah Indonesia kepada Chosmus Palandi. Palandi adalah kapten kapal SB Cramoil Equity berbendera Belize. Majelis Hakim juga menyatakan kapal tersebut dirampas oleh negara.

Selain itu, pada 25 Mei 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman kepada Chen Yi Qun, warga negara Cina. Nakhoda kapal tanker MT Freya berbendera Panama itu divonis bersalah karena melakukan tindak pidana dumping limbah B3 ke laut. Ia dijatuhi hukuman pidana penjara satu tahun dan denda Rp 2 miliar.

Rasio menegaskan, pemerintah selalu mengingatkan bahwa hukum maksimal harus ditegakkan agar ada keadilan dan efek jera bagi para pelaku pencemaran laut.

"Kami terus perkuat kerja sama dengan Bakamla RI, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam penegakan hukum lingkungan untuk memastikan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta menjaga kewibawaan negara. Keputusan Pengadilan Negeri Batam yang menghukum berat pelaku pencermaran lingkungan, menunjukkan komitmen kuat negara dalam perlindungan terhadap lingkungan," ujarnya.

Patroli di Laut Natuna, Kepulauan Riau. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Kronologi Kasus Tumpahan Minyak di Laut Natuna

Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda mengatakan, kasus ini bermula dari hasil tangkapan Petugas Patroli KN Marore 322 Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI yang melihat di radar adanya dua kapal tanker yang saling menempel dan mematikan Automatic Identification System (AIS).

Selanjutnya, tim Bakamla RI mendekati dan terlihat kapal MT Arman 114 yang berbendera Iran bermuatan light crude oil dan MT Tinos yang  diduga melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal. Dari hasil pengamatan drone yang diterbangkan Tim Bakamla RI, terlihat sambungan pipa kedua kapal kapal terhubung dan adanya tumpahan minyak (oil spill) dari kapal MT Arman 114.

Tim Bakamla RI lalu melakukan pengambilan sampel air laut yang terkontaminasi minyak akibat tumpahan minyak dan dilanjutkan pemeriksaan terhadap Kapal MT Arman 114 dibantu oleh kapal penjaga pantai Malaysia.

Selanjutnya, kapal MT Arman 114 berbendera Iran dibawa ke perairan Batam untuk ditindaklanjuti. Pada 11 Juli 2023, Bakamla RI melimpahkan kasus ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dilakukan pendalaman dan penyidikan sesuai kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum (Gakkum) LHK.

Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel air laut yang terkontaminasi tumpahan minyak dan keterangan ahli, disimpulkan bahwa terjadi pencemaran air laut di Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau akibat tumpahan minyak dari kapal MT Arman 114. Fakta lapangan ini memenuhi unsur tindak pidana berdasarkan Pasal 69 ayat (1) Huruf a jo Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selanjutnya, penanganan terhadap kasus ini dilakukan penyidikan oleh PPNS Gakkum LHK, dilanjutkan penuntutan oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dan Kejaksaan Negeri Batam sampai pada putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam.

Keberhasilan penanganan kasus MT Arman 114 ini berkat kerja kolaboratif Gakkum LHK dengan Bakamla RI. Rasio Sani menegaskan bahwa Gakkum LHK terus berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku tindak kejahatan lingkungan karena kejahatan lingkungan merupakan tindak kejahatan serius yang merusak ekosistem dan merugikan masyarakat serta negara.

Reporter: Djati Waluyo