PT PLN (Persero) berencana segera mengimplementasikan teknologi penangkapan karbon atau carbon capture ctorage (CCS) pada lima pembangkit listrik miliknya. Perusahaan pelat merah itu menyiapkan implementasi CCS untuk total kapasitas 2 GW pada tahun 2040
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN telah menggandeng berbagai mitra internasional dalam studi pengembangan teknologi CCS di lima pembangkit listrik. Untuk tahap pertama, terdapat empat Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap yang akan diimplementasikan CCS.
"Tantangan dalam menjalankan transisi energi sangat besar, untuk itu kolaborasi yang kuat antar komunitas global sangat dibutuhkan," ujar Darmawan dalam keterangan, Senin (5/8).
Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono, mengatakan PLN menggandeng mitra seperti JERA dan JGC, INPEX, serta Karbon Korea dalam studi penerapan CCS di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) milik PLN.
Pembangkit yang menjadi percontohan penerapan CCS adalah PLTU Suralaya Unit 1-4, PLTU Suralaya Unit 5-7, PLTU Indramayu, PLTGU Tambak Lorok, dan PLTU Tanjung Jati B.
"Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat penting untuk implementasi CCS di masa depan. Untuk pilot plan-nya, kami telah melakukan studi dengan beberapa pemangku kepentingan terkait penerapan CCS ini," ujar Warsono
Warsono mengatakan, saat ini 37,6 Gigawatt (GW) pembangkit telah memenuhi syarat untuk penerapan CCS dan 19 GW secara teknis layak dan diprioritaskan untuk implementasi CCS. CCS akan memainkan peran penting dalam upaya dekarbonisasi sektor pembangkitan listrik.
"Dalam hal ini, PLN menyiapkan implementasi CCS untuk total kapasitas 2 GW pada tahun 2040 dan 19 GW pada tahun 2060," ujarnya.
Keseriusan Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon telah menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah untuk menerapkan teknologi CCS sebagai bagian dari inisiatif dekarbonisasi.
"Pemerintah Indonesia ingin bergerak cepat dalam penerapan teknologi Carbon Capture Storage ini. Kami sadar pentingnya kematangan untuk teknologi CCS, jadi kami akan terus melakukan banyak hal untuk mencapai target tersebut," ujar Luhut.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi, Ego Syahrial mengatakan, pemerintah telah merancang peta jalan transisi energi menuju NZE.
Dalam proses ini, teknologi seperti CCS berperan penting dalam mereduksi ketergantungan akan bahan bakar fosil dan menggantikannya dengan EBT.
"Teknologi inovatif rendah emisi karbon seperti CCS dan CCUS dapat diterapkan dalam kondisi tertentu untuk membantu pembangkit listrik berbahan bakar fosil mempercepat pengurangan emisi dalam proses mewujudkan lingkungan yang lebih bersih dan hijau," jelasnya.
Ego mengatakan, saat ini pemerintah telah menjalankan 15 proyek CCS dan CCUS yang tersebar di berbagai daerah. Keseluruhan proyek tersebut diperkirakan mampu menyimpan sumber daya lebih dari 500 Gigaton.
"Seluruh proyek tersebut rata-rata diperkirakan mulai beroperasi di tahun 2030. Dengan lokasi yang strategis dan sumber daya penyimpanan yang tersedia, kami yakin Indonesia dapat menjadi negara terdepan di kawasan Asia Tenggara dalam pengembangan CCS," imbuhnya.