20% Sampah Indonesia Berakhir di Laut, Bisa Hanyut Sampai Afrika

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/YU
Warga berjalan diatas tumpukkan sampah plastik di Pantai Labuan, pandeglang, Banten, Selasa (12/12/2023). Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui PP Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut menargetkan pengurangan sampah laut dapat mencapai 70 persen pada 2025.
13/9/2024, 05.45 WIB

Sebanyak 10-20 persen sampah Indonesia berakhir di perairan internasional. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova mengatakan sampah yang berakhir di perairan Indonesia tidak hanya berdampak kepada lingkungan sekitar, tapi juga dapat berakhir di benua lain.

Menurut Reza, sampah tersebut bahkan bisa hanyut sampai ke Afrika Selatan dalam periode sekitar satu tahun. "Jadi sampah yang kita "ekspor" bukan sesuatu yang baik, tapi malah jadi buruk," ujar Peneliti Pusat Oseanografi BRIN itu dikutip dari Antara, Jumat (13/9).

Reza mengatakan, banyaknya sampah ke lautan disebabkan pengelolaan sampah di Tanah Air yang masih belum optimal sehingga terjadi kebocoran yang berakhir di laut Indonesia. Sebanyak 70 persen sampah tersebut berasal dari aktivitas manusia di daratan.

Berdasarkan data BRIN, kata dia, jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah plastik sekali pakai seperti plastik sachet, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan. Sampah-sampah tersebut membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut, dan merusak habitat biota laut.

Menurut Reza, sampah plastik tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah terdeteksi pada semua sampel air dan sedimen dan ditemukan pada berbagai spesies ikan dan kerang yang dikonsumsi masyarakat.

Upaya Penanganan

Reza mengatakan, BRIN melakukan sejumlah upaya untuk menangani sampah plastik. Salah satunya dengan meninjau potensi pengelolaan dari proses bioremediasi, yaitu penggunaan organisme seperti mikroba untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan.

"Jadi ketika sampah sudah bocor ke lingkungan, apa yang kita lakukan? Kita coba cari mikroba apa yang paling tepat untuk bisa memakan dalam tanda petik si sampah plastik itu," katanya.

Selain itu dia mengusulkan potensi pengelolaan secara ekoregion dengan memperbanyak fasilitas di daerah-daerah Indonesia. Hal itu mengingat ujung tombak pengelolaan sampah berada di pemerintah daerah.

Menurut Reza, BRIN terus melakukan penelitian untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mendaur ulang sampah plastik. Salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh, sensor bawah air serta kecerdasan buatan untuk memetakan sebaran sampah plastik secara lebih akurat.

Menurut data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), telah terjadi penurunan sampah plastik yang bocor ke lautan sebesar 41,68 persen dari 615.675 ton pada 2018 menjadi 359.061 ton pada 2023. Pemerintah memiliki target penurunan sampah plastik yang berakhir di laut sebesar 70 persen sampai dengan 2025.