283 Ribu Ha Kebakaran Hutan dan Lahan Terjadi hingga September, Terbanyak di NTT
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seluas 283.620,51 hektare hutan dan lahan pada Januari hingga September 2024. Kebakaran hutan dan lahan tersebut paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur.
Luas areal terbakar tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 93.572,19 hektare pada tanah mineral, Nusa Tenggara Barat (NTB) 34.430,48 hektare pada tanah mineral, dan Jawa Timur (Jatim) sebesar 18.822,62 hektare terdiri pada tanah mineral.
Areal karhutla didominasi lahan tidak berhutan sebesar yaitu 252.320,33 hektare dengan lahan berhutan 31.300,18 hektare yang terbakar. Emisi karbon yang dihasilkan dari karhutla periode 1 Januari sampai dengan 30 September 2024 sebesar 41.201.963 ton CO2e, yang terdiri dari emisi kebakaran gambut sebesar 11.589.698 ton CO2e dan emisi kebakaran mineral dan gambut sebesar 29.612.265 ton CO2e.
Namun demikian, KLHK mengklaim karhutla tahun ini cukup terkendali. Hal itu terutama di wilayah yang belum memasuki musim kemarau. Berdasarkan pantauan Satelit Terra/Aqua pada confidence level 80 persen terdapat penurunan sebanyak 4.623 titik panas atau 59,38 persen.
"Jumlah hotspot tahun 2024 periode 1 Januari sampai dengan 10 Oktober sebanyak 3.163 titik, sedangkan tahun 2023 sebanyak 7.786 titik," ujar Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Thomas Nifinluri dalam pernyataan diterima di Jakarta, Jumat (11/10).
Thomas mengatakan, hingga saat ini delapan provinsi telah menetapkan status siaga darurat karhutla yaitu Riau, Sumsel, NTB, Jambi, Kaltim, Kalbar, NTT, dan Kalsel. Penetapan status tersebut dalam rangka kesiapsiagaan dan mengoptimalkan pengerahan sumber daya pengendalian karhutla.
Di provinsi-provinsi rawan tersebut, telah dioptimalkan upaya pengendalian meliputi upaya pencegahan karhutla seperti deteksi dini titik panas, patroli pencegahan karhutla oleh Manggala Agni bersama dengan TNI, Polri, dan masyarakat, serta sosialisasi kepada masyarakat, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), operasi modifikasi cuaca, water bombing, patroli udara, dan penataan ekosistem gambut.
"Upaya pencegahan sampai dengan 10 Oktober 2024 juga dilakukan melalui kegiatan patroli pencegahan, baik dilakukan secara mandiri oleh Manggala Agni pada 1.725 desa, dan secara terpadu bersama UPT KLHK, TNI/Polri, dan Masyarakat Peduli Api, pada 379 desa," ujarnya.
Thomas mengatakan, patroli pencegahan sudah dilaksanakan di Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Kaltara, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Gorontalo, Sulbar, Sulsel, Sulteng, Sultra, Papua, dan Papua Barat," kata Thomas.