Tiga Pelaku Penebangan Liar di Kalimantan Diamankan, Terancam Denda Rp 100 M
Pemerintah menetapkan tiga tersangka penebangan liar di Kalimantan Tengah. Ketiga tersangka diduga merugikan negara sebesar Rp. 2.729.565.000. Kerugian ini belum termasuk kerugian lingkungan.
Direktur Jendral Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan tindak pidana pembalakan liar dilakukan oleh Direktur PT KPB (HT) selaku kontraktor penebangan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan- Hutan Tanaman Industri (PBPH-HTI) PT ABL. PT. GPB bekerja di areal konsesi PT ABL berdasarkan Perjanjian Penebangan dan Penarikan Kayu tahun 2022 yang ditandatangani oleh HT, Direktur PT ABL (MAW).
"Dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, PT. GPB diawasi oleh Manager Estate PT ABL selaku pihak pemberi kontrak yaitu DK. Penyidik Gakkum KLHK menetapkan HT (44), MAW (61), dan DK (56) sebagai tersangka," ujar Rasio dalam konfrensi pers, di Jakarta, Selasa (12/11).
Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilaksanakan pada September 2023 sampai Januari 2024, PT GPB yang melakukan penebangan di luar area konsesi PT ABL menebang kayu tanpa izin hingga kurang lebih 1.819 meter kubik. Berdasarkan keterangan HT dan DK, kayu hasil kegiatan PT GPB dikeluarkan dengan menggunakan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Bulat (SKSHH-KB) yang diterbitkan oleh PT ABL.
Rasio mengatakan, penangan kasus ini juga dilaksanakan untuk pembelajaran bagi pihak-pihak lainnya. Untuk itu, Rasio meminta penyidik untuk mendalami penyidikan dugaan tindak pidana lainnya, termasuk pidana perusakan lingkungan dan pencucian uang.
Rasio mengatakan ketiga pelaku ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dengan begitu, ketiga tersangka akan mendapatkan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 100 Miliar.