Baku, Azerbaijan – Konferensi PBB di bidang iklim, COP29, di Baku Azerbaijan membuka babak baru bagi perdagangan karbon internasional. Di hari pertama konferensi, Senin, 11 November, para negosiator iklim menyepakati aturan untuk pembentukan pasar karbon global yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Berselang sehari, Indonesia menyepakati kelanjutan kerjasama bilateral pertama di dunia di bidang perdagangan karbon dengan Jepang.
Negosiator Utama COP29 Alchin Rafiyev mengatakan, keberadaan pasar karbon dunia kelolaan PBB tersebut bakal membuka keran miliaran dolar untuk negara berkembang menjalankan rencana iklimnya. “Ini alat yang mengubah permainan (game changing tool) untuk mengalirkan sumber daya ke negara berkembang dan membantu kita menghemat hingga 250 miliar dolar setahun untuk menjalankan rencana iklim,” ujar Rafiyev dalam Konferensi Pers, Selasa (12/11).
Aturan pasar karbon global itu dikenal juga dengan Artikel 6.4 dalam Kesepakatan Paris atau Paris Agreement. Artikel 6.4 mengatur pembentukan pasar karbon global yang diawasi oleh entitas PBB yang dinamakan Supervisory Body. Saat pasar ini beroperasi, pengembang proyek hijau bisa mendaftarkan proyeknya ke Supervisory Body. Suatu proyek harus mendapat persetujuan dari negara lokasi dan Supervisory Body untuk mendapatkan kredit karbon yang diakui PBB.
Kredit ini bisa dibeli oleh negara, perusahaan, atau individu. Pembeli yang sebagian besar berada di negara-negara kaya, dapat mencapai target iklim mereka dengan membeli kredit dari proyek-proyek tersebut. Implementasi dari pasar masih harus menunggu tercapainya kesepakatan lain pada artikel 6, yaitu artikel 6.2 soal perdagangan karbon bilateral antarnegara.
Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB Simon Stiell mengatakan perdagangan karbon ini akan membantu negara-negara mengimplementasikan rencana iklimnya secara lebih cepat dan murah. “Kita masih jauh dari target memangkas separuh emisi pada dekade ini, tapi kesepakatan pasar karbon di COP29 akan membantu kita kembali ke pertarungan menuju target itu,” ujarnya.
Sehari setelah negara-negara sepakat dengan Artikel 6.4, pemerintah Indonesia dan Jepang mengumumkan pencapaian dan penerapan Mutual Recognition Arrangement (MRA) terkait perdagangan karbon bilateral. Ini menjadi model kerja sama perdagangan karbon antarnegara pertama di dunia yang mengambil basis Artikel 6.2.
“Pemerintah Indonesia siap menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. Saya mewakili Presiden Prabowo menyampaikan komitmen beliau untuk melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan pemerintahan sebelumnya,” ujar Ketua Delegasi Indonesia untuk COP29 Hashim Djojohadikusumo, Selasa (12/11).
Indonesia membidik dana ratusan triliun dari penjualan kredit atas ratusan juta ton karbon yang berhasil diserap atau ditahan secara nasional. Sebelumnya, Hashim mengungkapkan perdagangan kredit karbon sebagai salah satu kebijakan hijau pemerintahan Prabowo. Menurut dia, Indonesia tercatat mampu menyerap atau mengurangi 577 juta ton karbon dan ingin menawarkannya ke dunia. Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup juga tengah menyelesaikan penilaian untuk tambahan 600 juta ton karbon. Selain dengan Jepang, Indonesia disebut-sebut telah mendapatkan janji pembelian 30 juta karbon dari Norwegia.
Liputan khusus COP 29 Azerbaijan ini didukung oleh: