Para negosiator COP29 menyambut baik janji dari bank-bank pembangunan utama untuk meningkatkan pendanaan bagi negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah yang sedang berjuang melawan pemanasan global. Bank Dunia dan bank-bank pembangunan lainnya akan meningkatkan pembiayaan iklim menjadi US$120 miliar (Rp 1.891 triliun) pada 2030.
Komitmen tersebut sekitar 60% lebih tinggi dari jumlah yang diberikan pada tahun 2023. “Saya rasa ini adalah pertanda yang sangat baik,” kata Menteri Iklim Irlandia Eamon Ryan kepada Reuters, pada Rabu (13/11).
Peningkatan dana iklim akan sangat membantu negara-negara yang paling terdampak. Namun, hal itu tidak cukup. Ryan berharap negara-negara dan perusahaan-perusahaan ikut berkontribusi.
Tujuan utama dari Konferensi Iklim PBB atau COP29 di Baku, Azerbaijan ini adalah untuk mendapatkan kesepakatan pendanaan iklim internasional yang luas yang menjamin hingga triliunan dolar untuk proyek-proyek iklim.
Negara-negara berkembang mengharapkan komitmen besar dari negara-negara industri yang kaya dan merupakan kontributor historis terbesar dalam pemanasan global. Beberapa di antara negara-negara donor itu juga merupakan produsen bahan bakar fosil yang sangat besar.
“Negara-negara maju tidak hanya mengabaikan kewajiban historis mereka untuk mengurangi emisi, namun juga menggandakan pertumbuhan yang digerakkan oleh bahan bakar fosil,” ujar aktivis iklim Harjeet Singh.
Dunia Tidak Bergerak Cepat Atasi Pemanasan Global
Negara-negara kaya berjanji pada 2009 untuk memberikan kontribusi sebesar US$100 miliar (Rp 1.576 triliun) per tahun untuk membantu negara-negara berkembang bertransisi ke energi bersih dan beradaptasi dengan kondisi dunia yang semakin memanas. Namun, pembayaran tersebut baru dapat dipenuhi pada 2022 dan janji tersebut akan berakhir tahun ini.
Dengan tahun 2024 yang diperkirakan akan menjadi tahun terpanas dalam catatan sejarah, para ilmuwan mengatakan pemanasan global dan dampaknya berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan. Kebakaran hutan yang dipicu oleh iklim memaksa evakuasi di California dan memicu peringatan kualitas udara di New York. Di Spanyol, para penyintas harus menghadapi banjir terburuk dalam sejarah modern negara tersebut.
Perdana Menteri Albania, Edi Rama, mengatakan ia prihatin proses internasional untuk mengatasi pemanasan global, yang telah berlangsung selama puluhan tahun, tidak bergerak cukup cepat.
“Hidup terus berjalan dengan kebiasaan lama, dan pidato kita, yang dipenuhi dengan kata-kata yang baik tentang memerangi perubahan iklim, tidak mengubah apa pun,” ujar Rama.
Liputan khusus COP 29 Azerbaijan ini didukung oleh: