Ribuan Hektare Lahan Sawit Rusak Habitat Gajah, Konflik dengan Manusia Marak

(ANTARA/HO/TPFF Karang Ampar)
Seekor gajah sumatera jantan mati diduga akibat tersengat pagar kawat kejut yang dipasang di area perkebunan jeruk dan lengkeng milik masyarakat Karang Ampar, Aceh Tengah, Jumat (7/6/2024).
21/11/2024, 14.18 WIB

Ribuan hektare lahan sawit mencaplok habitat gajah di hutan Sumatra dan Kalimantan. Kondisi tersebut menyebabkan konflik antara manusia dan gajah makin marak.

Juru Kampanye Forest Greenpeace Indonesia, Rio Rompas, masalah utama yang menyebabkan konflik antara manusia dan gajah terjadi karena pertumbuhan penduduk menyebabkan adanya ekspansi pemukiman ke daerah hutan. Fenomena itu mengganggu habitat asli satwa liar seperti gajah.

"Sehingga wilayah-wilayah jelajah yang tadinya jadi wilayah jelajah gajah, kemudian berubah menjadi pemukiman. Itu yang kemudian menyebabkan beberapa kampung-kampung itu diserang sama Gajah," ujar Rio saat dihubungi Katadata di Jakarta, Kamis (21/11).

Rio mengatakan, sebagian besar habitat gajah di Sumatra kini telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit. Bahkan sebagian lahan sawit masuk ke kawasan hutan yang ilegal. Pembangunan lahan untuk komoditas-komoditas tersebut membuka habitat gajah sekaligus membelah jalur migrasi gajah.

Berdasarkan laporan Greenpeace Indonesia sampai dengan 2019, minyak kelapa sawit mentah (CPO) kini diproduksi di dalam setiap kategori kawasan hutan, mulai dari taman nasional, suaka margasatwa, bahkan situs UNESCO. Produksi CPO di Kawasan hutan ini tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

“Analis kami mengindikasikan bahwa per 2019, perkebunan kelapa sawit telah mencaplok habitat hewan seperti harimau, orang utan, dan gajah,” ujarnya.

Secara rinci, data tersebut menunjukkan lahan sawit telah mencaplok habitat orang utan di Sumatra dan Kalimantan seluas 183 ribu hektare. Selain itu lahan sawit merusak 136 ribu hektare habitat harimau di Sumatra, dan 5 ribu hektare habitat gajah di Sumatra dan Kalimantan.

Pemerintah Harus Lebih Tegas

Menurut Rio, pemerintah harus mengambil pendekatan yang lebih bersifat struktural untuk menghindari adanya konflik antara masyarakat dengan Gajah. Salah satunya dengan melakukan pengaturan lebih tegas terhadap ekspansi ekonomi ekstraktif yang merusak habitat satwa liar.

Rio mengatakan salah satu langkah yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan menerapkan kebijakan tata ruang yang melindungi habitat satwa termasuk Gajah. Menurut dia, wilayah yang teridentifikasi sebagai habitat penting gajah harus dilindungi dari kegiatan yang merusak, seperti perkebunan sawit dan HTI.

Selain itu, Pemerintah juga harus melakukan penegakan hukum pada perusahaan-perusahaan yang melanggar kawasan konservasi. “Penegakan hukum harus memperhatikan perspektif keadilan, terutama kepada masyarakat yang bergantung pada kawasan tersebut untuk hidup, namun juga harus menindak perusahaan yang merusak habitat gajah,” ucapnya.




Reporter: Djati Waluyo