Tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh berkurang 423.524 hektare dalam 53 tahun terakhir. Kondisi tersebut berdampak pada banjir dan ekonomi masyarakat.
Senior Advisor Forum Konservasi Leuser, Rudi Putra, menyampaikan aktivitas perambahan hutan masih terus berlangsung di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). “Ini setara dua kali luas Kabupaten Aceh Tamiang dan enam kali luas Singapura,” kata Rudi seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/12).
Menurut Rudi, kehilangan tutupan hutan di kawasan Leuser disebabkan pembangunan jalan yang memicu aktivitas deforestasi dan perburuan satwa liar. Pembukaan lahan mempermudah pelaku pembalakan pohon mengakses hutan sekaligus berburu satwa yang dilindungi.
Dia mengatakan, kehilangan tutupan hutan ini telah berdampak besar terhadap lingkungan dan masyarakat. Kehilangan hutan ikut berkontribusi pada meningkatnya intensitas banjir.
"Aceh tidak akan bisa maju jika banjir terus terjadi, karena biaya pemulihan jauh lebih besar. Akibatnya, banyak penduduk jatuh ke jurang kemiskinan. Berapa banyak orang yang menjadi miskin karena bencana?” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Rudi juga mengingatkan pemerintah terhadap pentingnya menjaga kelestarian Leuser, karena hutan itu dapat menjadi kunci kesejahteraan masyarakat Aceh. Leuser adalah harapan terakhir untuk konservasi. Dengan hutan yang masih luas ini, masyarakat dapat sejahtera.
Nilai Ekonomi Tinggi
Ekolog dan Konservasionis dari New Zealand, Mike Griffiths, menyatakan bahwa keanekaragaman hayati hutan Aceh memiliki nilai ekonomi yang sangat besar hingga mencapai Rp12 triliun per tahun. Sebaliknya, kerugian jika semua hutan dataran rendah hilang bisa mencapai Rp 3,8 triliun per tahun.
Mike mengatakan, hutan Aceh terutama di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya dibandingkan hutan di negara lain seperti Amerika. Berdasarkan temuannya, setiap hektare hutan di KEL terdapat 300 spesies pohon dan 40.000 lebih spesies jenis serangga, mulai dari berukuran kecil hingga besar.
“Ini baru per hektare, kalau hutan di negara lain seperti Amerika, mungkin per hektarenya hanya terdapat sekitar belasan pohon dan serangga,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (4/12).
Dirinya menggarisbawahi bahwa hutan Aceh adalah salah satu aset terpenting yang sangat berpotensi untuk pembangunan ekonomi. Besarnya potensi tersebut dapat dirasakan jika kelestarian hutan tetap terjaga.
"Keanekaragaman hayati ini adalah anugerah yang luar biasa. Jika dikelola dengan baik, Aceh bisa menjadi contoh global dalam konservasi dan pemanfaatan ekonomi hutan," katanya.