Lima Sektor Penyumbang Emisi Terbesar di Indonesia, Energi Nomor Dua
Lima sektor tercatat menjadi penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan atau agriculture forestry and Other Land Use (Afolu) menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di Indonesia.
Berdasarkan catatan Kearney Indonesia yang dihimpun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, emisi GRK yang ada di Indonesia sebesar 1.800 metrik ton CO2 equivalent pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebesar 55% berasal dari sektor Afolu.
"Komposisi emisi yang berasal dari Afolu terbesar disumbang dari kebakaran gambut sebesar 44% dari emisi Afolu, kemudian dekomposisi gambut sebesar 39%, pertanian sebesar 11%, dan Folu lainya sebesar 7%," tulis laporan Kearney berjudul "Jalur Indonesia Menuju Net Zero 2060", dikutip Kamis (5/12).
Sementara sektor penyumbang emisi terbesar adalah energi yang mencapai 26%. Sebagian besar emisi disumbang oleh produksi listrik sebesar 57%, pembakaran bahan bakar dari manufaktur industri sebesar 29%, pembangunan 6%, dan lainya sebesar 4 %.
Kemudian tempat ketiga adalah sektor transportasi, yang sebagian besar disumbang transportasi darat. Sektor keempat yaitu sampah dan air limbah industri.
Sedangkan sektor kelima adalah Industrial Processes and Product Use (IPPU). Industri semen menjadi penyumbang emisi GRK sebesar 52% dari sektor IPPU, industri kimia sebesar 24%, industri besi dan baja sebesar 12%, dan lainya sebesar 12%.
Direktur Utama Kearney Indonesia, Shirley Santoso, mengatakan, tindakan yang bisa dilakukan pemerintah maupun pemangku kepentingan terkait untuk dapat mengurangi emisi dapat dilakukan melalui beberapa langkah. Pengurangan emisi Afolu bisa dilakukan dengan menciptakan penampung karbon neto dari kehutanan dan penggunaan lahan, menjalankan program restorasi, mencegah deforestasi, dan meningkatkan pertanian yang berkelanjutan.
Sementara itu, untuk sektor energi dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi energi, mempercepat penerapan energi terbarukan , dan memanfaatkan teknologi CCS untuk menghilangkan emisi yang tidak dapat dihindari.
Pada sektor transportasi, pengurangan emisi bisa dilakukan dengan revitalisasi transportasi perkotaan, meningkatkan standar efisiensi bahan bakar, berinvestasi besar-besaran pada kendaraan listrik, dan secara proaktif berinvestasi dalam mobilitas hidrogen.
Shirley mengatakan, pengurangan emisi sektor sampah harus dilakukan dengan cara mengelola limbah industri dengan ketat, mengurangi limbah padat di kota melalui penegakan hukum dan partisipasi aktif pemangku kepentingan, dan memastikan pengolahan air limbah domestik yang lengkap.
Sementara itu, pengurangan emisi sektor IPPU dapat dilakukan dengan melakukan modernisasi dan dekarbonisasi industri berintensitas emisi tinggi, dengan mengadopsi teknologi hijau dan menegakkan standar emisi.