BMKG Perkirakan Cuaca Ekstrem Terjadi hingga April 2025

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.
Awan tebal menyelimuti permukiman dan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (5/12/2024). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap adanya potensi cuaca ekstrem selama libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 yang dipicu oleh sejumlah faktor di antaranya puncak musim hujan serta fenomena La Nina yang berpotensi menyebabkan terjadinya penambahan curah hujan sebesar 20-40 persen.
6/12/2024, 14.22 WIB

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan cuaca ekstrem berpotensi terjadi hingga Maret-April 2025. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan fenomena tersebut dipengaruhi oleh fenomena La Nina Lemah yang dapat meningkatkan curah hujan sebesar 20 persen.

La Nina merupakan fenomena iklim yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur lebih rendah dari suhu normalnya. Ini berpotensi membuat musim hujan lebih intens.

Selain itu, fenomena iklim dipengaruhi dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan potensi cold surge atau gelombang dingin yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia. Gelombang dingin ini diproyeksikan aktif selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).

"Kedua fenomena ini memiliki potensi untuk meningkatkan intensitas dan volume curah hujan di berbagai wilayah Indonesia, meskipun skala dan dampaknya masih memerlukan pemantauan lebih lanjut," ujar Dwikorita dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (6/12).

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, sejumlah fenomena atmosfer diprediksi akan memengaruhi pola cuaca di Indonesia dalam sepekan ke depan. Fenomena ini meningkatkan potensi hujan lebat, terutama karena beberapa wilayah tengah memasuki masa puncak musim hujan.

Sirkulasi siklonik yang terdeteksi di Laut Natuna, di Samudra Hindia barat daya Banten, di Perairan Barat Aceh dan di Laut Arafuru turut memperkuat kondisi ini, dengan memicu peningkatan pengangkatan massa udara yang mempermudah terbentuknya awan hujan dengan intensitas tinggi di wilayah sekitarnya.

"Selain itu, kombinasi aktif Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, gelombang Kelvin, serta konvektif lokal di wilayah barat, selatan dan tengah Indonesia memperkuat dinamika atmosfer yang mendukung terjadinya hujan lebat di berbagai daerah," ujar Guswanto.

Guswanto mengatakan beberapa wilayah Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi memiliki risiko lebih besar terhadap curah hujan yang tinggi. Curah hujan tersebut  dapat menyebabkan banjir, genangan air, atau tanah longsor di daerah rawan.

Selain itu, potensi hujan lebat yang terjadi pada daerah-daerah aliran sungai di sekitar gunung berapi yang saat ini sedang aktif, karena potensi banjir lahar hujan yang dapat ditimbulkan.

"Waspada terhadap potensi risiko bencana hidrometeorologi, pantau terus informasi cuaca dan sebisa mungkin menghindari aktivitas di wilayah rawan bencana," ujarnya.




Reporter: Djati Waluyo