Pencairan Es di Antartika Picu Badai Laut Lebih Sering Terjadi

safarisafricana.com
Penelitian terbaru menunjukkan berkurangnya lapisan es di Antartika dapat memicu peningkatan badai yang mengancam biodiversitas.
23/12/2024, 16.57 WIB

Penelitian terbaru menunjukkan berkurangnya lapisan es di Antartika dapat memicu peningkatan badai yang mengancam biodiversitas.

Riset yang diterbitkan di Journal Nature itu menyebutkan mencairnya es di Antartika sudah terjadi selama bertahun-tahun dan memecahkan rekor pada 2023.  Salah satu penulis Jurnal dari Pusat Oseanografi Nasional Inggris, Simon Josey, mengatakan tim menggunakan data citra satelit, oseanografi dan atmosfer, serta pengukuran angin dan suhu.

Mereka menemukan beberapa wilayah yang  baru bebas es mengalami kehilangan panas dua kali lipat dibandingkan dengan periode stabil sebelum 2015. Hilangnya es tersebut disertai dengan peningkatan frekuensi badai atmosfer di atas wilayah yang sebelumnya tertutup es.

"Di wilayah penurunan es laut, frekuensi badai pada bulan Juni–Juli meningkat hingga tujuh hari per bulan pada tahun 2023 jika dibandingkan dengan 1990–2015," tulis Simon dikutip Japantoday, Senin (23/12).

Simon mengatakan, hilangnya panas disebabkan oleh berkurangnya es laut dapat berdampak pada arus laut  dan sistem iklim yang lebih luas. Pasalnya, samudra adalah regulator iklim yang penting dan penyerap karbon, menyimpan lebih dari 90% panas berlebih yang terperangkap dekat permukaan Bumi akibat emisi gas rumah kaca.

Ia melanjutkan, menurunnya luasan lapisan es laut bisa dapat dikatakan merupakan perubahan dalam cara lapisan lebih dalam dari air Antartika yang dingin dan padat menyerap dan menyimpan panas.

Simon mengatakan, analisis lebih mendalam tentang kemungkinan dampak iklim perlu dilakukan, termasuk apakah menurunnya es laut bisa memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

"Kondisi penutupan es rendah berulang pada musim dingin berikutnya akan memperkuat dampak ini dan juga kemungkinan akan menyebabkan perubahan mendalam lebih jauh, termasuk di daerah tropis dan belahan Bumi utara," tulisnya.

Reporter: Djati Waluyo