Potensi Kebakaran Hutan Gambut Diprediksi Menurun pada September-Oktober

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nz
Petugas membawa selang saat proses pemadaman dan pendinginan kebakaran lahan gambut di Desa Suak Raya, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Senin (28/7/2025).
15/9/2025, 15.17 WIB

Pantau Gambut memprediksi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada kawasan gambut akan menurun memasuki puncak musim kemarau September–Oktober 2025. Meski demikian, kebakaran di lahan non-gambut justru diperkirakan meningkat pada periode yang sama.

“Bulan Juli kemarin kita melihat banyak sekali titik api, terutama di Riau dan Kalimantan Barat. Ke depan, puncak kemarau masih ada di September sampai Oktober. Namun, insya Allah kebakaran di gambut cenderung menurun,” kata Data Analyst Pantau Gambut, Juma Maulana, dalam konferensi pers, Senin (15/9).

Menurut Juma, Indonesia memiliki sekitar 16 juta hektare lahan gambut yang rentan terbakar, dengan sebaran terbesar berada di Sumatera dan Kalimantan.

Ia juga menyoroti Papua yang belakangan marak dengan program pembukaan lahan, sehingga berpotensi menghadapi risiko kebakaran serupa.

Pantau Gambut mencatat, pola musim kemarau di Indonesia berbeda antarwilayah. Di Sumatera, misalnya, kemarau di Aceh dan Riau lebih dulu terjadi dibandingkan di Sumatera Selatan dan Lampung. Begitu pula di Kalimantan, puncak kemarau di Kalimantan Barat lebih awal dibandingkan Kalimantan Tengah.

“Untuk September–Oktober, puncak kemarau akan terjadi di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Namun, data dua tahun terakhir menunjukkan kebakaran gambut pada periode itu menurun," ujar Juma.

Pengaruh Fenomena El Nino

Sementara itu, GIS Specialist Madani Berkelanjutan, Fadli Naufal, mengatakan berbeda dari hutan gambut, bagi hutan non gambut kebakaran di bulan tersebut justru diprediksi meningkat.

Menurut Fadli, fenomena El Nino turut memengaruhi tren tersebut. “Kalau di gambut, ada kecenderungan menurun saat El Nino. Tapi untuk non-gambut, baik ada El Nino atau tidak, puncak kebakarannya justru sering terjadi di Oktober,” katanya.

Fadli memperkirakan setelah Agustus, episentrum karhutla akan bergeser dari lahan gambut ke non-gambut. Meski ada potensi penurunan kebakaran gambut, Juma mengingatkan risiko kebakaran masih ada, sehingga upaya mitigasi tetap diperlukan.

"Itu kalau kita lihat tadi di data, memang akan ada, masih ada peluang, berdasarkan capture di dua tahun terakhir, memasuki bulan September itu masih ada kemungkinan naik kebakarannya," tandasnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nuzulia Nur Rahmah