PRAKARSA Beri Tiga Catatan setelah Revisi Perpres NEK Terbit
Lembaga penelitian dan advokasi kebijakan PRAKARSA, memberi tiga catatan atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Gas Rumah Kaca Nasional. Beleid perbaikan dari Perpres 98 Tahun 2021 ini, salah satunya telah mengatur perdagangan karbon sukarela (voluntary carbon market) di Indonesia.
Peneliti PRAKARSA, Bintang Aulia Lutfi, menilai Perpres ini memperkuat komitmen Indonesia mencapai target nationally determined contribution (NDC) sekaligus membuka peluang ekonomi hijau.
Akan tetapi, beberapa catatan harus jadi perhatian, di antaranya soal meningkatkan daya saing karbon, monitoring perdagangan, dan arsitektur fiskal karbon untuk penerimaan negara.
“Pemerintah perlu menyiapkan strategi lebih jelas, untuk meningkatkan daya saing perdagangan karbon. Mengingat harga karbon domestik masih jauh di bawah negara maju,” kata Bintang, dalam keterangan tertulis kepada Katadata, Kamis (16/10).
Bintang juga mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan skema monitoring dan evaluasi. Tujuannya, agar perdagangan karbon ini berjalan efektif.
Terakhir, Bintang menilai perlu adanya arsitektur fiskal untuk memastikan kontribusi perdagangan karbon pada penerimaan negara. “Sekaligus mendukung transisi hijau secara berkelanjutan,” tambahnya.
Pemerintah Tengah Siapkan ‘Safeguards’
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan tengah mempersiapkan instrumen pengawasan atau safeguards untuk memastikan perdagangan karbon RI berintegritas tinggi.
“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami dengan Kejaksaan Agung bisa merumuskan langkah-langkah operasional untuk menjaga penyelenggaraan nilai ekonomi karbon,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta, Rabu (15/10).
Instrumen pengawasan ini akan berlaku untuk skema wajib (compliance) maupun sukarela (voluntary).
Hanif menambahkan, jika ada karbon yang teridentifikasi fraud, akan berdampak besar bagi perdagangan karbon Indonesia.
Oleh karena itu, KLH bersama dengan Kejaksaan Agung dan lembaga seperti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) tengah merumuskan formula awal terbentuknya safeguard perdagangan karbon Indonesia.
Di samping itu, pemerintah telah melakukan mutual recognition agreement dengan lembaga sertifikasi karbon global, seperti Verra, Gold Standard, Global Carbon Council, Plan Vivo, serta letter of intent dengan Puro Earth.
Kolaborasi tersebut bertujuan untuk memastikan integritas karbon RI dan membuatnya dapat bersaing di pasar global.