KLH Sarankan Pemda Adakan Retribusi untuk Proyek Sampah Jadi Energi
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menyarankan pemerintah daerah mengadakan retribusi untuk mendukung proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL).
Dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025, pemerintah daerah berkewajiban menyediakan lahan, serta memastikan ketersediaan pasokan sampah dengan mengumpulkan dan mengirimnya ke lokasi pengolahan.
“Pemda harus punya uang untuk mengambil dan mengangkut sampahnya, dan itu bisa dilakukan dengan mungkin mengadakan retribusi. Karena untuk (mengangkut) 1.000 ton sampah, dibutuhkan 300-an truk,” kata Wakil Menteri LH, Diaz Hendropriyono, saat ditemui di Jakarta, Selasa (21/10).
Meskipun begitu, Diaz menegaskan pihaknya tetap mengimbau pemerintah daerah agar mengalokasikan sekitar 3% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya untuk pengelolaan sampah.
“Kalau APBD-nya cukup, saya rasa tidak apa-apa juga (tidak melakukan retribusi),” tambah Diaz.
Penetapan Lokasi PSEL
Sekretaris Utama KLH/BPLH Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, hasil verifikasi lapangan untuk menentukan lokasi proyek PSEL ini akan dibahas dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas), pada Jumat (24/10) mendatang.
“Nanti kami rakortas dipimpin Menko Pangan, baru nanti ditentukan,” kata Vivien.
Amanat Perpres 110 Tahun 2025 menekankan kesiapan daerah untuk mengampu proyek ini. Hasil verifikasi lapangan tahap 1 sebelumnya, ada tujuh wilayah aglomerasi yang berpotensi untuk pembangunan PSEL.
Tujuh wilayah tersebut adalah Yogyakarta Raya, Denpasar Raya, Bogor Raya, Bekasi Raya, Tangerang Raya, Medan Raya, dan Semarang Raya. Sementara, Jakarta dan Bandung Raya yang masuk proyeksi, tak lolos verifikasi.
Vivien juga menambahkan, meskipun tidak tertera dalam regulasi, lokasi PSEL ini setidaknya memiliki luas 4-5 hektare untuk kapasitas 1.000 ton sampah per hari.
Selain itu, lahan juga harus memiliki sertifikat tanah, tidak dalam sengketa, penggunaannya sesuai tata ruang, lokasi berjarak kurang lebih 200 meter dari batas pemukiman terdekat, tidak rawan gempa, memiliki akses air, serta memiliki akses jalan.