Pengawasan Pasar Karbon Bakal Diatur dalam RUU Perubahan Iklim
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan mekanisme pengawasan (monitoring) dan perlindungan integritas pasar karbon Indonesia akan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Iklim.
"Mekanisme perlindungan ini terus kami siapkan. Ini akan menjadi bagian dari RUU Perubahan Iklim dan kami berusaha mengaturnya di RUU tersebut," ujar Deputi Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Ary Sudijanto, seperti dikutip Antara.
Ary mengatakan mekanisme tersebut mencakup langkah-langkah untuk menjaga integritas karbon, serta sanksi atas pelanggaran, termasuk tindakan penipuan yang dapat memengaruhi nilai karbon Indonesia, terutama di pasar karbon sukarela.
“Jika sudah di tingkat undang-undang, sanksi bisa dikenakan. Dalam peraturan pemerintah (PP), sanksi tidak dapat diatur,” ujarnya.
Sambil menunggu penyusunan dan pembahasan RUU Perubahan Iklim, Ary menyatakan, pemerintah terus menjaga integritas karbon, termasuk lewat kerja sama dengan badan-badan internasional seperti Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM).
Indonesia dan ICVCM menandatangani telah nota kesepahaman (MoU) selama High-Level Breakfast Roundtable di Sustainable Business COP30 (SBCOP) di São Paulo, Brasil, pada Sabtu (8/11), menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Brasil.
“Jadi, harapannya setelah standar integritas tinggi ditetapkan, perlindungan juga akan disertakan. Ini adalah langkah awal,” ujarnya.
RUU Perubahan Iklim telah secara resmi dimasukkan di antara 67 RUU yang disetujui oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2026.
Sebelumnya, Ary optimistis Indonesia dapat mengatasi dampak perubahan iklim jika semua pihak berkomitmen untuk melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasinya, seperti dekarbonisasi industri.
Pemerintah melakukan langkah-langkah yang berkelanjutan untuk menetapkan perlindungan integritas karbon, mempercepat pengakuan hutan adat, dan memfasilitasi perdagangan karbon sukarela sebagai bagian dari strategi aksi iklim negara tersebut.
RUU Perubahan Iklim Jadi Prioritas
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim resmi didorong masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.
Salah satu poin penting dalam RUU tersebut adalah pembentukan badan khusus pengelolaan perubahan iklim. Badan tersebut dirancang menjadi lembaga integrator kebijakan lintas kementerian dan lembaga, yang selama ini berjalan secara terpisah.
"Karena kita tahu bahwa masalah perubahan iklim ini kebijakannya ada di berbagai kementerian dan lembaga. Jadi diperlukan sebuah badan yang nanti akan menjadi integrator dari berbagai aspek yang memang ada di kementerian dan lembaga,” kata Eddy usai Rapat Paripurna di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9). Eddy mengatakan masuknya RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dalam Prolegnas menunjukkan hal ini menjadi salah satu aksi nyata untuk menanggapi ancaman perubahan iklim yang semakin serius.
Menurutnya, payung hukum yang kuat dalam bentuk legislasi diperlukan agar penanganan perubahan iklim berjalan terarah. Ia menekankan RUU ini tidak hanya menegaskan komitmen, tetapi juga akan menghadirkan mekanisme perencanaan, pengelolaan, pengawasan, hingga tindakan hukum yang berhubungan dengan isu iklim.