Viral Ajakan Pandawara untuk Patungan Beli Hutan, Bagaimana Mekanismenya?

ANTARA FOTO/Andry Denisah/rwa.
Air terjun di kawasan Hutan Suaka Alam Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara.
Penulis: Hari Widowati
11/12/2025, 17.08 WIB

Belum lama ini viral di media sosial soal ajakan Pandawara Group, kelompok pelestarian lingkungan, untuk patungan demi membeli hutan. Ajakan itu muncul untuk merespons bencana banjir bandang dan longsor yang menimpa Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang diperparah oleh deforestasi.

Usulan itu disampaikan lewat akun Instagram @pandawaragroup, pada Jumat (5/12) lalu. "Lagi ngelamun, tiba-tiba aja kepikiran gimana kalo masyarakat Indonesia Bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak dialihfungsikan," tulis Pandawara.

Apakah usulan untuk membeli hutan itu bisa direalisasikan? Seperti apa mekanisme atau aturannya?

Berdasarkan penelusuran Katadata Green, ada sejumlah aturan yang mengatur tentang pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Misalnya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

Pada Bab III Permen LHK No 8/2021 diatur tentang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat (pasal 49 ayat 1). PBPH bisa diajukan untuk Kawasan hutan lindung maupun hutan industri.

Siapa saja yang bisa mengajukan permohonan PBPH?

Dalam pasal 52 ayat 1, disebutkan PBPH bisa diajukan oleh perseorangan, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah, maupun badan usaha milik swasta. Pengajuan izin ini bisa dilakukan kepada Menteri LHK (saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan) melalui Lembaga OSS (One Stop Service).

Menurut pasal 54, ada persyaratan komitmen dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pihak yang mengajukan PBPH. Pernyataan komitmen ini mencakup berita acara hasil pembuatan koordinat geografis batas areal yang dimohon, penyusunan dokumen lingkungan, dan pelunasan iuran PBPH.

Adapun persyaratan teknis harus menunjukkan kondisi umum areal biofisik, kondisi umum perusahaan (pihak) yang mengajukan PBPH, serta maksud dan tujuan, rencana pemanfaatan, hingga pembiayaan, perlindungan, dan pengamanan hutan di areal yang diajukan.

Skema Perhutanan Sosial

Selain PBPH, masyarakat bisa mengelola hutan dengan skema perhutanan sosial. Ada lima skema perhutanan sosial, yaitu hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa, hutan kemasyarakatan, kemitraan kehutanan, dan hutan adat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021, perorangan bisa mengelola empat skema perhutanan sosial di atas kecuali hutan adat yang memang diperuntukkan bagi masyarakat adat.

Untuk mengelola hutan desa, masyarakat yang mengajukan harus menunjukkan bukti kartu tanda penduduk (KTP) yang menunukkan mereka tinggal di areal hutan sosial atau surat keterangan tempat tinggal dari kepala desa atau lurah, dengan alamat di dalam kawasan hutan atau desa yang berbatasan langsung dengan hutan.

Menurut laporan Forest Digest, jika ingin mengelola hutan kemasyarakatan, perorangan harus tergabung dalam kelompok yang beranggotakan minimal 15 orang. Jika kelompok berjumlah lebih dari 300 orang, kelompok tersebut bisa membentuk kelompok gabungan petani hutan.

Mereka bisa mengelola hutan kemasyarakatan jika memiliki ketergantungan hidup pada lahan kawasan hutan, merupakan professional kehutanan atau ilmu lainnya tetapi berpengalaman di bidang kehutanan, atau pernah bekerja sebagai pendamping atau penyuluh hutan. Masyarakat luar desa juga bisa mengelola hutan kemasyarakatan jika mereka sudah melakukannya secara turun-temurun atau minimal lima tahun terakhir.

Sementara itu, pengelolaan hutan tanaman rakyat (HTR) diberikan kepada professional bidang kehutanan atau pendamping/penyuluh bidang kehutanan. Sebelum mengajukan hak pengelolaan HTR, mereka harus membentuk kelompok atau koperasi bersama masyarakat setempat. Selain itu, HTR juga harus memiliki jaminan penyediaan modal dari lembaga keuangan.

Skema kemitraan kehutanan diberikan kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan Perhutani atau Inhutani. Areal kemitraan maksimal 5 hektare per keluarga pada areal PBPH atau pemegang persetujuan penggunaan Kawasan hutan (PPKH).



Skema Wakaf Hutan hingga Adopsi Pohon

Selain skema-skema pengelolaan hutan di atas, masyarakat bisa 'membeli hutan' dengan skema hutan wakaf. Program Hutan Wakaf Muhammadiyah diluncurkan pada Agustus lalu. Program ini merupakan hasil kolaborasi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah dengan Lembaga Tropika Indonesia.

Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Alhamdi mengatakan hutan wakaf Muhammadiyah memberikan alternatif pengelolaan lahan yang berlandaskan nilai Islam serta partisipasi masyarakat. Ada tiga model hutan wakaf sebagai berikut:
1. Hutan Wakaf Pendidikan yang bertujuan mendorong pengelolaan hutan berbasis nilai Islam dan pengetahuan
2. Hutan Wakaf Agroforestri untuk meningkatkan produktivitas lahan secara berkesinambungan dari aspek ekonomi maupun ekologi
3. Hutan Wakaf Pemberdayaan Perempuan, yang merupakan upaya inklusivitas agar perempuan memiliki ruang aktif untuk menjaga dan mengelola lingkungan

Wakaf hutan bisa dilakukan dengan mewakafkan lahan pribadi atau dana untuk dikelola menjadi hutan lestari melalui pengelola wakaf bersertifikat (nazir). Wakaf hutan bisa juga dilakukan secara patungan (crowdfunding). Setelah dana terkumpul, disalurkan lewat program wakaf lahan untuk membeli dan menanam hutan di lahan kritis.

Opsi lainnya adalah dengan mengadopsi pohon. Ini mungkin opsi yang paling sederhana dan banyak ditawarkan oleh berbagai organisasi pecinta lingkungan. Contohnya program adopsi pohon yang ditawarkan WWF Indonesia dan Permata Bank untuk memperkaya habitat gajah Sumatra di lanskap Hutan Alam Bukit Tigapuluh.

Caranya, kita bisa mengisi formulir adopsi pohon yang ada di situs mybabytree.wwf.id/adoptatree. Peserta akan diminta memberikan donasi sebesar Rp 125 ribu untuk satu pohon. "Penanaman dilakukan saat musim hujan dan setelah 100 pohon berhasil diadopsi," kata WWF Indonesia, di situs tersebut.

Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation juga menawarkan program serupa dengan mengajak masyarakat merehabilitasi hutan yang menjadi rumah orang utan Kalimantan. Nilai donasi untuk menanam satu pohon atau menyediakan buah untuk makanan tujuh orang utan sebesar Rp 100 ribu. Donasi bisa dilakukan melalui situs orangutan.or.id/id/planted-now.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.