Pemerintah Kerahkan Alat Berat dan Drone untuk Bersihkan Kayu Sisa Banjir
Pemerintah memanfaatkan alat berat dan drone untuk membersihkan material kayu yang terbawa banjir di Provinsi Sumatera Barat (Padang), Aceh (Aceh Tamiang dan Aceh Utara), serta Sumatera Utara (Tapanuli Selatan).
Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki menekankan pentingnya evaluasi progres pembersihan material kayu terbawa banjir sekaligus mendorong percepatan agar proses berjalan lancar dan cepat. “Harapannya, yang lokasi di Padang bisa jadi quick win dari pembersihan ini,” kata Rohmat, dalam siaran pers, Senin (22/12).
Di Sumatera Barat, pembersihan material kayu di pesisir Padang telah dimulai sejak Minggu (21/12) pagi dengan melibatkan delapan unit alat berat dan partisipasi aktif masyarakat. Dalam empat hingga lima hari ke depan material kayu sekitar pantai diproyeksikan dapat dibersihkan secara tuntas, meskipun ketebalan material kayu terbilang tinggi.
“Ada delapan ekskavator yang sudah turun, silakan diatur di mana yang perlu menggunakan tenaga ekskavator terutama yang kayu-kayu berukuran besar, terima kasih juga kepada masyarakat yang sudah terlibat dalam pembersihan,” ujarnya.
Ia juga mengarahkan agar kayu yang dibersihkan dapat dialokasikan dengan tepat. “Silakan diatur dan alokasikan kayu-kayu yang dibersihkan ini, mana yang buat dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan mana yang bisa digunakan untuk membantu pembangunan hunian sementara bagi para korban banjir," ujar Wamenhut.
Di Aceh Tamiang, pembersihan terpusat di kawasan Pesantren Darul Muchsin dengan rencana pengoperasian delapan unit ekskavator.
Berdasarkan pengukuran drone, luas tumpukan kayu mencapai sekitar dua hektare dengan ketinggian hingga empat meter dan volume sekitar 80 ribu meter kubik.
Pekerjaan ini diperkirakan akan membutuhkan waktu tujuh hari. Polri juga menambahkan dukungan satu kompi personel Brimob untuk membantu pekerjaan tersebut.
Koordinasi dengan Pemerintah Setempat untuk Pemanfaatan Kayu
Rohmat Marzuki memastikan koordinasi dengan pemerintah kabupaten setempat terkait pemanfaatan kayu akan diperkuat, terutama terkait material kayu terbawa banjir untuk mendukung upaya perbaikan pascabencana, dan kayu-kayu yang tidak bisa lagi digunakan.
Di Sumatera Utara, pembersihan material kayu di Sungai Garoga telah berjalan hampir 20 hari dan menyisakan kurang dari 20% dari kondisi awal. Meski demikian, tantangan akses menuju lokasi memperlambat kedatangan alat berat.
Tim gabungan Kementerian Kehutanan, TNI, dan Polri dikerahkan untuk normalisasi sungai, pembangunan jembatan darurat, serta pembersihan rumah warga dan fasilitas umum.
Terkait potensi bahaya kayu tersisa di hulu sungai, Rohmat mengatakan akan melakukan langkah antisipatif.
“Prinsipnya kita dukung penuh, dan terkait kayu yang masih ada di hulu Sungai Garoga, saya minta UPT terbangkan drone untuk melihat itu, cari kemungkinan akses untuk menjangkau itu, kayu-kayu itu harus dicacah untuk mengurangi potensi terjangan kayu terbawa air sungai jika curah hujan kembali meningkat,” ujarnya.
Pemerintah memiliki tiga prioritas di Garoga, yakni pembersihan di hilir, pemantauan titik longsoran di hulu, serta memberikan peringatan dini kepada masyarakat terkait potensi banjir susulan dengan kayu-kayu di hulu yang masih banyak.
Di Aceh Utara, tiga alat berat telah bekerja dan berhasil membersihkan masjid utama agar kembali dapat dimanfaatkan masyarakat. Untuk mempercepat pembersihan kayu-kayu tersebut, Kemenhut akan menambah jumlah alat berat yang digunakan.
“Dioptimalkan dan kita akan tambahkan alat berat menjadi tujuh unit,” ujarnya,