Menilik Komoditas Kopra hingga Kemiri Sunan yang Diolah Jadi Bioavtur

ANTARA FOTO/FENY SELLY
Sejumlah petugas melakukan proses refuelling avtur ke pesawat Boeing 747 milik Saudi Arabia yang akan menerbangkan 450 calon jemaah haji di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Sumsel, Rabu (10/7/2019).
Penulis: Hari Widowati
15/1/2020, 11.39 WIB

Pemerintah berencana melarang ekspor kopra lantaran komoditas tersebut akan diolah menjadi bioavtur untuk bahan bakar pesawat. Menurut berbagai riset, ada sejumlah komoditas yang bisa diolah menjadi bioavtur, yakni kopra, kelapa sawit, kemiri sunan, hingga sekam padi.

"Kopra minyak kelapa bisa menjadi avtur. Ini sudah hampir selesai (risetnya)," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara HUT PDI Perjuangan ke-47 di JIExpo, Jakarta, Jumat (10/1).

Jokowi ingin mengganti seluruh bahan bakar pesawat dengan bioavtur hasil olahan kopra milik petani di Tanah Air. Tujuannya, agar Indonesia berdikari di bidang ekonomi. Indonesia merupakan produsen dan eksportir kelapa terbesar di dunia. Penggantian avtur dengan bioavtur juga disinyalir menjadi salah satu solusi untuk menurunkan harga tiket pesawat agar lebih terjangkau oleh masyarakat.

Seperti dilansir businesswire, Indonesia memproduksi 19 juta ton kelapa pada 2018. Filipina dan India berada di posisi kedua dan ketiga dengan produksi kelapa masing-masing 14 juta ton dan 12 juta ton. Ekspor kelapa Indonesia pada 2018 mencapai 290 ribu ton.

(Baca: Bakal Diolah Jadi Avtur, Jokowi Ingin Tutup Ekspor Kopra)

Berbagai Komoditas yang Berpotensi Jadi Bioavtur

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan bioavtur? Bioavtur adalah bahan bakar pesawat terbang yang diolah dari bahan baku nabati dan dinilai lebih ramah lingkungan.

Penelitian dan pengembangan mengenai bioavtur dikaji sejak 2014 ketika Indonesia mengalami defisit avtur sebesar 900 ribu kiloliter. Analysis Bioavtur for Energy Security yang ditulis Rudy Laksmono W., Arwin Datumaya W., dan Zaenal Abidin dari Universitas Pertahanan pada 2016 menyebutkan, defisit avtur tidak menguntungkan bagi Indonesia secara ekonomi maupun dari sisi keamanan energi.

Avtur adalah sejenis minyak tanah yang memiliki spesifikasi khusus, dari sisi titik didih dan titik beku. Produksi avtur dari kilang dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan industri penerbangan sehingga avtur harus diimpor.

(Baca: Agar Harga Tiket Murah, Maskapai Desak Avtur Satu Harga ke Pemerintah)

Sementara itu, Indonesia dinilai memiliki berbagai komoditas yang berpotensi diolah menjadi bioavtur, seperti minyak inti sawit dan minyak kelapa. Bioavtur dihasilkan dengan teknologi hidrogenesis yang memisahkan komponen minyak nabati dari hidrogen. Komponen minyak nabati berupa trigliserida yang tidak jenuh dihidrogenasi menjadi asam lemak jenuh dan propan (C3H8).

Jika dibandingkan dengan avtur yang berasal dari minyak bumi, bioavtur selain ramah lingkungan juga memiliki efek pelumas dan membersihkan komponen mesin sehingga meningkatkan kinerja mesin pesawat. Meski begitu, bioavtur cenderung lebih mudah beku dan penggunaannya lebih boros 4,5%-6% dibandingkan avtur.

Komoditas apa saja yang bisa diolah menjadi bioavtur? Berikut ini kami rangkum hasil penelitian mengenai bioavtur yang dilakukan di Indonesia.

1. Minyak kelapa dan minyak inti sawit

Tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan riset bioavtur dengan bahan dasar minyak kelapa dan minyak inti sawit sejak 2017. Seperti dilansir jakartagreater.com, Peneliti Senior dari Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia ITB, Tatang H. Soerawidjaja, mengatakan bioavtur harus berupa hidrokarbon yang panjang rantai karbonnya C10-C14.

"Minyak kelapa atau minyak inti sawit asam lemaknya persis hidrokarbon C11 dan C12," kata Tatang. Hidrokarbon dari hasil penelitian Tim ITB masih memiliki senyawa oksigen sekitar 5% sedangkan bahan bakar pesawat menuntut hidrokarbon tanpa oksigen. Dengan berbagai modifikasi, senyawa oksigen dapat ditekan.

Tim ITB semula menargetkan uji komersial bioavtur tersebut dapat dilaksanakan di Kilang Pertamina RU IV Cilacap pada September 2019. Namun, rencana tersebut harus mundur hingga Februari 2020.

Guru Besar Teknik Reaksi Kimia dan Katalis (TRKK) ITB Subagjo, seperti dikutip CNNIndonesia.com, mengatakan dalam uji coba tersebut produksi bioavtur di kilang RU IV Cilacap dialokasikan sekitar 2-5% dari produksi avtur Pertamina sebesar 13 ribu barel per hari. Bioavtur tersebut menggunakan Katalis Merah Putih yang dikembangkan ITB. Gunanya untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi kimia dalam proses pengolahan minyak fosil menjadi bahan bakar nabati.

Minyak inti kelapa sawit bisa diproduksi menjadi bioavtur. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

2. Sekam Padi

Tiga mahasiswa dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), yakni M. Ridlo Mumtazy, Sekar Tri Wulan, dan Mabrur Zanata meneliti pengolahan bioavtur berbahan dasar abu sekam padi sejak 2018. Penelitian ini bermula dari bioavtur yang berbahan dasar minyak kelapa sawit dinilai kurang ekonomis karena harga bahan bakunya mahal.

Minyak kelapa sawit yang disuling menggunakan katalis SiO2 (Silika) hanya menghasilkan bioavtur sebesar 36% dari volume minyak kelapa sawit. "Sudah katalisnya mahal, hasilnya pun sedikit," kata Ketua Tim Peneliti ITS, Mabrur Zanata, seperti dikutip dari its.ac.id.

Abu sekam padi dipilih menjadi katalisator bioavtur karena produksi gabah di Indonesia mencapai 70,87 juta ton per tahun. Adapun kandungan silika dalam sekam padi bisa mencapai 90%.

Ketiga mahasiswa Departemen Teknik Kimia ITS ini membutuhkan waktu cukup lama untuk mengolah sekam padi menjadi silika. Sekam padi harus diaktifkan lebih dulu dengan asam klorida kemudian dihilangkan kotorannya dengan proses kalsinasi.

Katalis kemudian direaksikan dengan minyak kelapa sawit di bawah suhu 300 dan 400 derajat Celcius. "Hasil paling optimal yang kami dapat ialah 45,17% bioavtur dari perbandingan katalis dan minyak kelapa sawit 3:100," ujar Mabrur.

Penelitian tim ITS ini meraih pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Mereka juga maju ke ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) pada Agustus 2018 di Yogyakarta.

(Baca: ITB Targetkan Pengembangan Bioavtur Rampung September Tahun Ini)

3. Kemiri Sunan

Pemanfaatan kemiri sunan (reutealis trisperma) digagas sejak 2013. Pada waktu itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Kementerian Pertanian mendemonstrasikan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel dengan bahan dasar kemiri sunan.

Seperti dilansir Liputan6.com, kemiri sunan yang memiliki tajuk rindang, batang yang kokoh, dan sistem perakaran dalam akan dibudidayakan di lahan bekas tambang. Selain berfungsi untuk konservasi dan rehabilitasi lahan kritis, minyak yang dihasilkan dari biji kemiri sunan menjadi bahan baku biodiesel.

Pohon kemiri sunan berbuah mulai usia empat tahun dan mencapai puncak produksinya pada usia delapan tahun. Satu hektare lahan dengan 100-150 pohon kemiri sunan bisa menghasilkan 6-8 ton biodiesel per tahun.

Seperti dilansir Neraca pada 2016, kemiri sunan dinilai lebih cocok untuk produksi biogasoline dan bioavtur daripada biodiesel. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi ITB, Iman K. Reksowardojo. "Rantai hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak nabati kemiri sunan lebih dekat ke bensin dan avtur ketimbang solar," kata Iman.

(Baca: Mendag Tawarkan Kerja Sama Pengembangan Bioavtur ke Boeing)

Digunakan di Beberapa Negara

Penggunaan bioavtur di dunia penerbangan telah dimulai di beberapa negara. Seperti dikutip dari Aviationweek, maskapai penerbangan Finnair dari Finlandia mengoperasikan penerbangan pertama yang menggunakan bioavtur pada 5 Agustus 2019.

Penerbangan dengan pesawat Airbus 330 itu merupakan bagian dari program pemangkasan emisi karbon dioksida bernama Push for Change. Bioavtur yang digunakan berasal dari minyak goreng bekas atau minyak jelantah yang diproduksi di California, Amerika Serikat (AS).

Boeing mengirimkan pesawat Dreamliner 787-9 untuk Egypt Air dengan penerbangan berbahan bakar bioavtur pada Juli 2019. (Elesi/123RF.com)

Boeing, produsen pesawat asal AS, juga menerbangkan pesawat Dreamliner 787-9 yang menggunakan bioavtur pada Juli 2019. Rute yang ditempuh sejauh 10.973 km dari markas Boeing di Seattle ke markas maskapai penerbangan Mesir, Egypt Air di Kairo. Ini merupakan penerbangan pesawat 787 terjauh yang menggunakan bioavtur. Sebagaimana Finnair, Boeing juga menggunakan bioavtur yang diproduksi di California.

Selain Finlandia dan AS, Inggris menjadi salah satu negara yang mendukung penggunakan bioavtur dalam penerbangan internasional. Dikutip dari Biomassmagazine, otoritas Bandara Heathrow di London meminta Organisasi Penerbangan Sipil Internasional PBB untuk menetapkan target penggunaan bioavtur secara spesifik.

Pemerintah Inggris menginvestasikan hampir 4 miliar poundsterling per tahun dari dana yang disisihkan dari air passenger duty (cukai penumpang maskapai penerbangan) untuk meningkatkan produksi bahan bakar berkelanjutan. Inggris menargetkan emisi karbon yang dihasilkan infrastruktur bandara mencapai titik nol sebelum 2050.

(Baca: Asosiasi Pengusaha Duga Ada BUMN Hambat Swasta Jual Avtur)