Tekan Emisi, Jokowi Diminta Gunakan Energi Terbarukan di Ibu Kota Baru

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi, panel surya. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) meminta Jokowi memanfaatkan energi baru terbarukan dalam pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
27/8/2019, 12.07 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan lokasi Ibu Kota Indonesia yang baru di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kukar dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bersama dengan Asosiasi-Asosiasi Energi Terbarukan berharap pembangunan ibu kota baru menggunakan energi baru terbarukan (EBT) demi menekan emisi gas rumah kaca. 

Ketua Umum METI Surya Darma juga mengatakan sangat penting bagi pemerintah untuk memanfaatkan 100% energi terbarukan dalam membangun ibu kota baru demi menunjukkan komitmen pemerintah mendukung pengembangan EBT. Apalagi sumber energi terbarukan tersedia di sekitar lokasi ibu kota yang baru.

Selain itu, jika pemerintah pusat memanfaatkan energi terbarukan untuk ibu kota baru, maka pemerintah daerah juga dapat mengikuti langkah tersebut. Dengan begitu, target energi terbarukan dalam buaran energi sebesar 23% pada 2025 bisa tercapai.

(Baca: Ibu Kota Baru Berlokasi di Sekitar Lahan Tambang dan Potensi Gempa)

Dengan asumsi jumlah penduduk ibu kota baru sebanyak 1,5 juta jiwa, Meti memperkirakan kebutuhan energi mencapai 3,75 TWh/tahun hingga 4,5 TWh/tahun.

METI menyebut kapasitas pembangkit energi terbarukan yang perlu dibangun untuk memenuhi 100% kebutuhan energi di ibu kota baru terdiri dari PLTS Atap sebesar 535–640 Megawatt (MW), PLTS (solar farm) sebesar 400–480 MW, PLTA sebesar 200–230 MW, PLTBayu sebesar 150–180 MW, dan PLTBiomassa sebesar 140–170 MW.

"Khusus untuk solar farm, pemerintah dapat memanfaatkan lahan bekas tambang sebagai lokasi pembangunan,"ujar Surya dalam keterangan tertulis pada Selasa (27/8).

(Baca: Video: Alasan Jokowi Pilih Kaltim Jadi Ibu Kota yang Baru)

METI juga berharap pemerintah dapat mengupayakan emisi gas rumah kaca yang rendah (low carbon city) dengan membangun fasilitas angkutan umum massal dan kendaraan listrik, tanpa mengabaikan fasilitas untuk pejalan kaki dan taman kota. Disamping itu, pemerintah juga perlu membangun fasilitas charging station di setiap sudut kota yang juga bisa bersumber dari energi terbarukan.

Pembangunan ibu kota yang baru ini diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar Rp 466 triliun. Dana tersebut untuk pembangunan gedung-gedung legislatif, yudikatif, eksekutif, Istana Negara, bangunan TNI serta Polri, gedung sekolah dan perguruan tinggi, hingga sarana kesehatan dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah juga akan membangun  rumah dinas untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI serta Polri.

(Baca: Meski Ibu Kota Pindah, Kadin Minta Pemerintah Tetap Benahi Jakarta)