Badan yang mengelola produksi listrik di Inggris, National Grid ESO, melaporkan berhasil memenuhi kebutuhan listrik selama 18 hari dan enam jam atau total 438 jam tanpa pasokan dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Ini merupakan rekor terlama sejak era 1880-an.
Melalui akun Twitter resminya, National Grid ESO menyatakan produksi listrik dari pembangkit berbahan bakar batu bara dihentikan mulai 17 Mei 2019, pukul 15.12 dan belangsung hingga 5 Juni pukul 21.20. Penghentian ini jauh lebih lama dibandingkan sebelumnya, yaitu 193 jam saat penghentian pada awal Mei, dan 90 jam pada April.
(Baca: Ketidaksiapan Pemda Dituding Penyebab Banyak Pembangkit EBT Mangkrak)
Mengutip BBC, pemerintah Inggris berencana menutup pembangkit listrik batu bara terakhir pada 2025. Adapun batu bara mulai digunakan untuk memproduksi listrik di Inggris pada 1882. Ini seiring beroperasinya pembangkit berbahan bakar tersebut di Holborn, London.
Direktur National Grid ESO Fintan Slye menyatakan progres saat ini seiring terus bertambahnya pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan di negara tersebut. Ia optimistis emisi kabon yang dihasilkan pembangkit listrik bakal semakin rendah.
“2018 merupakan yang paling ramah lingkungan secara year to date, dan tampaknya itu berpotensi terkalahkan pada 2019,” ujarnya.
(Baca: Lima Wilayah Kerja Panas Bumi Dipastikan Dilelang Juli 2019)
Dalam kurun waktu dua pekan sejak 7 Mei hingga 31 Mei lalu, sumber energi yang digunakan Inggris yaitu gas 39%, nuklir 20%, angin 13,5%, interkonektor 11,8%, biomassa 7,6%, panas bumi 7,1%, air 0,6%, dan cadangan 0,4%.
Menteri Energi Inggris Chris Skidmore menyatakan produksi listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan semakin besar. “Inggris memiliki pembangkit tenaga angin lepas pantai terbesar, bisa memproduksi lebih dari seperempat kebutuhan listrik dari matahari, dan tahun lalu, lebih dari separuh listrik kami berasal dari sumber yang rendah karbon,” kata dia.
Kerja Sama Indonesia – Inggris Bangun Pembangkit Listrik Energi Baru
Pemerintah Indonesia dan Inggris menjalin kerja sama untuk pengembangan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT). Pemerintah Inggris menggelontorkan dana Rp 270 miliar untuk proyek pembangkit EBT khususnya di wilayah Indonesia bagian timur.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, H.E. Moazzam Malik menjelaskan dana tersebut akan digunakan untuk investasi pada proyek percontohan dan sistem teknik pembangkit listrik EBT selama empat tahun, terhitung sejak Juni 2019.
"Saya harap melalui kerja sama ini, kami bisa membantu Indonesia untuk mencapai bauran energi 23% pada 2025," kata dia saat penandatangan nota kesepahaman terkait kerja sama EBT tersebut di Jakarta, akhir Februari lalu.
(Baca: Mengkritisi RUPTL 2019-2028 terhadap Perkembangan Energi Terbarukan)
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyatakan ada beberapa lokasi yang akan menjadi percontohan proyek EBT, di antaranya Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. "Bentuknya secara teknis bisa PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu)," kata dia.
Adapun batu bara masih memegang porsi terbesar dalam bauran energi nasional. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Archandra Tahar menjelaskan, penggunaan batu bara adalah untuk menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Ini juga untuk menjaga daya kompetisi produk-produk Indonesia.
Namun, ia mengatakan, ke depan, penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan sudah menjadi keharusan. “Renewable energy itu need to have, karena resources itu makin lama makin habis,” kata dia, awal Maret lalu.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Listrik Nasional (RUPTL) 2019-2028, porsi batu bara ditargetkan 54,6%, energi baru terbarukan 23%, gas 22%, dan bahan bakar minyak 0,4%.