Sepi Peminat, Pengembangan Energi Terbarukan di Banten Masih Minim

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Seorang pekerja memeriksa pipa air yang mengalir ke turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Dusun Saruan, Desa Merbau, OKU Selatan, Sumatera Selatan, Sabtu (26/8/2017).
29/3/2019, 20.51 WIB

Direktur Regional Jawa Bagian Barat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Haryanto W.S. menyatakan pengembangan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) di wilayah Banten, Jawa Barat masih minim. Ini karena tidak banyak pengembang yang tertarik untuk membangun pembangkit EBT di wilayah tersebut.

Menurut dia, hanya ada beberapa pembangkit EBT yang beroperasi saat ini, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) dengan kapasitas 1 megawatt (MW) yang berada di Pandeglang, Banten. Adapun pihaknya menargetkan PLTMH sebesar 11 MW bisa beroperasi pada tahun ini.

"Tidak ada pengembang yang tertarik. Ada beberapa, itu pun lokasinya sangat jauh dan terpencil," ujarnya, di Banten, Jawa Barat, Jumat (29/3).

(Baca: Kurang Dana, 24 Proyek Pembangkit Energi Terbarukan Terancam Batal)

Hary menjelaskan sebenarnya ada potensi untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Rawa Dano, Banten, dengan kapasitas 80-100 MW. Namun, perusahaan yang ditugaskan hingga saat ini belum melaksanakan pengembangan.

Jika terus menunda pengerjaan proyek ini, PLN akan mengajukan diri untuk mengambil alih proyek tersebut. "Tahun lalu habis penugasannya tapi diperpanjang oleh pemerintah. Kami mengusulkan kalau pengembangnya tidak jalan diserahkan saja ke PLN," ujarnya.

(Baca: Mengkritisi RUPTL 2019-2028 terhadap Perkembangan Energi Terbarukan)

Sementara itu, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga belum ada yang berminat. Penyebabnya, harga tanah di wilayah Banten cukup mahal. Begitu juga dengan PLTS Atap.

"Jumlahnya terbatas ini hanya orang-orang secara finansial kuat, dan ikut berpartisipasi dalam clean energy," ujarnya.

Pemerintah menargetkan pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23% pada 2025. Hal ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).