Realisasi Energi Terbarukan RI Rendah, Investor Enggan Tanamkan Uang

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Ilustrasi. Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih rendah. Investor asing jadi enggan menanamkan uangnya di negara ini.
24/9/2020, 19.14 WIB

Investor asing melihat pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih setengah hati. Pasalnya, realisasi pemakaiannya masih rendah.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Putu Suryawirawan mengatakan kondisi itu membuat banyak investor urung menanamkan modalnya di Tanah Air. "Banyak mau masuk. Tapi karena listriknya tidak terbarukan, tidak jadi masuk," ujar Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Putu Suryawirawan dalam diskusi virtual, Kamis (24/9).

Karena itu, pengembangannya menjadi sangat penting untuk menjaring minat investor. Program satu juta pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS Atap dapat menjadi solusi. Putu menyebut hasil listrik pembangkit itu dapat dimanfaatkan untuk fasilitas industri. Dengan begitu, investasi pun akan masuk ke sana.

Berdasarkan data Dewan Energi Nasional, perkembangan bauran energi primer dari tahun 2016 hingga semester I 2020 untuk energi baru terbarukan (EBT) mengalami peningkatan. Hingga semester I 2020 bauran EBT telah mencapai 10,9% naik dari tahun lalu yang hanya 9,15%. Namun, angkanya masih jauh dari target bauran energi pemerintah sebesar 23% di 2025.

Subsidi PLTS Atap

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sedang menggodok program pengalihan dana subsidi listrik yang selama ini diterima masyarakat untuk membangun PLTS Atap. Langkah ini juga untuk menggenjot porsi bauran energi terbarukan.

Bila hal tersebut terwujud, pemerintah tidak perlu lagi memberikan tambahan subsidi listrik yang selama ini membebani keuangan negara. Penggunaan PLTS Atap juga dinilai bakal berdampak pada biaya yang dikeluarkan PLN dalam memproduksi energi setrum.

Rencananya, pembangkit yang berasal dari dana tersebut diperuntukan bagi rumah-rumah pelanggan listrik bersubsidi. Targetnya, konsumsi listrik pelanggan bersubsidi berkurang dan tergantikan dari PLTS Atap tadi.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris, menyebutkan pemerintah tengah menyiapkan konsep guna merealisasikan rencana itu. “Kami mencoba menyisihkan atau memindahkan peruntukkan subsidi ke PTS rooftop,” kata Harris pada 16 September lalu.

Namun, upaya mengalihkan subsidi ke pembangunan PLTS Atap bukan perkara mudah. Program tersebut menyasar jumlah pelanggan listrik bersubsidi golongan 450 VA yang mencapai 24 juta. Belum lagi pelanggan 900 VA hingga 3 juta unit.

Untuk merealisasikan itu semua, pemerintah juga harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan pun sampai sekarang baru tataran konsep.

Kementerian Eneergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat PLN yang telah memasang PLTS Atap terus bertambah. Angkanya mencapai 2.346 pelanggan pada Juni 2020 dengan total kapasitas mencapai 11,5 Megawatt (MW), seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.

Para pelanggan PLN yang telah memasang PLTS Atap tersebut tersebar di 16 provinsi. Terbanyak di Jakarta, yakni 703 orang pelanggan. Sebanyak 84% pemasangnya berasal dari rumah tangga. Untuk sektor bisnis dan sosial masing-masing 7% dan sisanya pemerintah dan industri 1%.

Reporter: Verda Nano Setiawan