Perubahan yang terjadi di sektor energi turut direspons PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Power. Kedua perusahaan ini terus bertransformasi menuju penggunaan energi bersih sesuai dengan tren yang terjadi saat ini.
Pertamina memperkirakan jika proses tranformasi hijau benar-benar berjalan, maka porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi dunia akan menurun dari 90% pada 2019 menjadi 67% pada 2030.
Strategi Pertamina adalah mengintegrasikan rantai nilai dari sumber daya hilir termasuk kelistrikan. Salah satu yang menjadi fokus adalah mengembangkan sumber energi alternatif dan lebih bersih seperti panas bumi dan gas.
“Jadi memproduksi power, khususnya geotermal,” kata Senior Vice President Corporate Strategic Growth Pertamina Daniel Purba dalam webinar bertajuk tantangan bidang energi usai pandemi yang digelar Universitas Prasetiya Mulya, Sabtu (7/11).
Dari data Pertamina, perusahaan pelat merah tersebut menyasar transformasi sebagai pemimpin dalam energi terbarukan. Kapasitas panas bumi disiapkan sebesar 1 sampai 2 gigawatt, sedangkan volume gas mencapai 2,4 bcdf.
Meski demikian, Pertamina juga akan tetap fokus pada minyak yang menjadi andalannya. Bedanya, mereka akan mengintegrasikan bisnisnya dalam satu rantai kesatuan dari hulu hingga hilir.
Sebagai contoh, mereka akan mengintegrasikan pasokan minyak dengan industri turunannya seperti petrokimia. “Di kilang, kami akan eksekusi dalam satu kesatuan yang terintegrasi,” kata Daniel.
Seluruh langkah tersebut dilakukan merespons enam tren besar di bidang energi yang akan terjadi. Selain dekarbonisasi dan integrasi, kecenderungan bisnis energi ke depan adalah elektrifikasi, digitalisasi, kustomisasi, dan desentralisasi energi.
Tren dekarbonisasi ini juga diperkuat menurunnya permintaan energi fosil akibat pandemi Covid-19. Dari data Pertamina, penurunan permintaan bahan bakar gasolin dari transportasi menurun 18%, diesel turun 12%, sedangkan avtur anjlok hingga 50%.
“Makanya kami harus terus mendorong bisnis baru demi mendukung perkonomian,” kata Daniel.
Sedangkan PT Medco Power Indonesia juga akan menjadikan energi terbarukan lantaran potensi bisnis ini akan terus melesat ke depannya. Apalagi beberapa negara lain juga telah menetapkan rencana serupa.
Sebagai contoh, Thailand menetapkan target porsi energi terbarukan hingga 35% pada 2035. Sedangkan Tiongkok menargetkan 50% pembangkit listrik mereka tak menggunakan energi fosil pada 2030.
“Ini penting untuk mengimbangi pasokan crude oil yang terus menurun,” kata Planning & Business Development Director Medco Power Indonesia Femi Sastrena.
Medco Power telah memiliki lini bisnis energi terbarukan seperti panas bumi. Meski demikian mereka juga menggunakan liquified natural gas (LNG) sebagai loncatan menuju pengembangan energi baru dan terbarukan.
Alasannya adalah mereka merupakan pemasok gas sehingga perlu mengintegrasikan bisnis hilir. Alasan berikutnya, gas bumi ini merupakan energi yang relatif bersih. “Renewable energy memang potensial, tapi ada faktor intermiten untuk melengkapi pembangkit listrik,”
Mereka juga telah memiliki bisnis terkait pembangkit di 18 lokasi yang ada di RI dengan skema independent power producer (IPP) maupun operations & maintenance (O&M).