- Target investasi sektor energi tahun depan mencapai US$ 37,2 miliar, lebih tinggi daripada 2020.
- Pemerintah optimistis mampu mencapainya, meskipun tahun ini meleset dari target.
- Vaksin Covid-19 menjadi faktor penentu untuk mendorong konsumsi dan investasi.
Pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian global. Sektor energi tak luput terkena imbasnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat investasi tahun ini akan jeblok. Angkanya hanya menyentuh US$ 22 miliar hingga US$ 23 miliar atau sekitar 70% dari total pencapaian tahun lalu.
Hingga Oktober 2020, realisasi investasi di sektor energi baru mencapai US$ 17,7 miliar atau sekitar Rp 251 triliun. Rinciannya, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) sebesar US$ 900 juta, mineral dan batu bara (minerba) US$ 2,8 miliar, kelistrikan US$ 5,8 miliar, serta minyak dan gas bumi (migas) US$ 8,1 miliar.
Tahun depan, pemerintah menatap lebih optimistis. Kehadiran vaksin virus corona harapannya dapat membangkitkan kembali roda perekonomian dan iklim investasi. “Situasi ekonomi akan mulai full recovery sehingga kami cukup optimistis target invetasi 2021 akan tercapai,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial pada diskusi Rencana Pembangunan Nasional Melalui Energi dan Pemanfaatan Hasil Laut, Senin (14/12).
Target investasinya di 2021 sebesar US$ 37,2 miliar atau sekitar Rp 528 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan patokan 2020 di US$ 35,9 miliar. Sektor migas masih menjadi tumpuan sebesar US$ 18 miliar. Lalu, listrik US$ 9,9 miliar, Minerba US$ 6,4 miliar, dan EBTKE US$ 2,9 miliar.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menyebut kehadiran vaksin Covid-19 bakal menjadi game changer di 2021. Banyak negara akan mempercepat penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Indonesia telah menjadwalkan program vaksinasi pada akhir tahun ini. Apabila berjalan lancar dan cepat, maka triwulan II tahun depan vaksinasi dapat selesai. Aritnya, pemulihan ekonomi dapat sepenuhnya berjalan di semester kedua.
Proses itu juga bakal seiring dengan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Aturan turunannya sedang pemerintah rumuskan. Kehadiran aturan sapu jagat itu targetnya dapat memangkas perizinan yang berbelit, mendatangkan investasi, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Prediksinya perekonomian akan tumbuh positif di kisaran 3% hingga 6% tahun depan. “Investasi akan tumbuh cepat pada triwulan III dan IV 2021,” kata Piter kepada Katadata.co.id.
Pemerintah Belum Serius Garap Investasi Energi Terbarukan
Ekonom Institute for Developmen of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan di 2,5% hingga 3%. “Kenapa belum bisa 5%? Karena Indonesia belum menghadapi gelombang kedua Covid-19 dan ini butuh persiapan, tidak sekadar vaksin,” ujarnya.
Investasi akan butuh waktu untuk pulih. Investor akan banyak yang melihat dan menunggu perkembangan di Tanah Air. Saat ini mereka justru banyak melirik negara lain yang pemulihannya relatif cepat. Vietnam, misalnya, diprediksi akan cepat keluar dari resesi. Bahkan pertumbuhannya akan mencapai 6% tahun depan.
Target investasi energi sah-sah saja dipatok tinggi tapi perlu strategi yang tepat. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut sektor migas tak dapat dipungkiri masih menjadi penarik investasi. “Belanja modal Pertamina saja jauh lebih besar daripada PLN,” katanya.
Namun, dunia saat ini sedang bergerak menuju energi baru terbarukan, bukan lagi fosil. Potensi pasarnya besar, begitu pula pendanaannya. Pemerintah sepertinya belum menangkap tren itu.
Target investasi untuk energi terbarukan masih relatif kecil lantaran proyek yang tersedia dan siapa didanai tidak banyak. “Dugaan saya, tahun depan kapasitas energi bersih baru sekitar seribu megawatt (MW),” katanya.
Apabila pemerintah ingin menjadikan energi bersih motor pertumbuhan ekonomi, maka perlu adanya stimulus dan mengarahkan dana investasi ke sekotr ini. Usulan IESR adalah substitusi subsidi listrik dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
Ada sekitar 7 juta pelanggan PLN dengan daya 900 Volt Ampere (VA) yang atapnya dapat terpasang PLTS. Kalau hal itu dapat terwujud, perusahaan setrum negara dapat tambahan 7 gigawatt peak (GWp) energi terbarukan. “Setiap 1 gigawatt peak instalasi PLTS, menyerap 30 ribu pekerja,” kata Fabby.
Banyak opsi untuk menggenjot pengembangan EBT. Tapi perlu kemauan pemerintah untuk menyediakan dananya. Kebutuhan uangnya paling tidak sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun per tahun.
Sebagai informasi, potensi dari sumber energi terbarukan mencapai lebih 400 gigawatt. Indonesia baru memanfaatkannya tak lebih dari 3%. Pemerintah belum maksimal mendorong investasi di sektor energi baru terbarukan.
Vaksin Akan Pengaruhi Ekonomi 2021
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas) Mosche Rizal mengatakan tidak ada lagi yang bisa diharapkan untuk tahun ini. Hal serupa juga bakal terjadi di 2021. Investor masih melihat perkembangan pandemi dan distribusi vaksin secara global.
Iklim investasi belum akan membaik karena distribusi vaksin membutuhkan waktu bulanan. Bahkan di Indonesia mungkin perlu waktu lebih dari enam bulan.
Apalagi, Eropa dan Amerika Utara sedang menghadapi gelombang kedua virus corona. Keadaan ini bersamaan pula dengan datangnya influenza karena musim dingin. “Tentunya sektor migas dengan faktor risiko tinggi akan lebih terdampak dari mode wait and see ini,” kata Mosche.
Para pelaku industri migas berharap paling tidak harga minyak tahun depan dapat stabil di level US$ 50 per barel. Dengan begitu, kegiatan operasional mereka tidak terlalu terganggu. “Kami cukup bersyukur kalau harganya bisa stabil tahun depan,” ujarnya.
Ekonom Core Yusuf Manilet berpendapat vaksin akan banyak mempengaruhi dinamika ekonomi tahun depan. Dengan kehadiran vaksin, konsumsi masyarakat atas akan terdorong. “Ini kemudian yang akan berpengaruh ke pertumbuhan 2021,” ucapnya.
Apabila konsumsinya terdongkrak, maka investasi pun akan naik. Permintaan barang meningkat bakal mendorong pula kapasitas produksi.
Namun, iklim investasi juga akan bergantung kelanjutan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Pertumbuhan konsumsi dan investasi alias pembentukan modal tetap bruto (PMTB) di 2021 ia proyeksikan di kisaran 3% hingga 5%. Dengan catatan, Indonesia tidak mengalami gelombang kedua virus corona.