Perusahaan Tiongkok CATL Investasi Pabrik Baterai Rp 71 T di Indonesia

123rf.com/malp
Ilustrasi. Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) akan berinvestasi US$ 5 miliar atau sekitar Rp 71 triliun untuk membangun pabrik baterai lithium-ion di Indonesia.
15/12/2020, 17.13 WIB

Produsen baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), bakal menggelontorkan investasi senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 71 triliun ke Indonesia. Dana ini untuk merealisasikan pembangunan pabrik baterai lithium-ion

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan pabrik tersebut ditargetkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2024. Hingga kini pemerintah pun terus menjajaki peluang kerja sama. 

CATL telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk alias Antam. Perusahaan pelat merah ini akan memasok bahan baku pembuatan baterainya. Sebagai gantinya, CATL memastikan 60% proses pemurnian nikelnya, bahan baku baterai, dikerjakan di Indonesia. “Kami tidak mau mereka dapat nikel tapi prosesnya di luar negeri,” kata Septian dalam acara Mining Outlook, Selasa (15/12).  

Selain itu, pemerintah juga tengah berdiskusi dengan pemain baterai dunia lainnya, seperti LG Chem Ltd asal Korea Selatan. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah menjadikan Indonesia produsen baterai lithium-ion terbesar di dunia. 

Hilirisasi bahan bakunya, yaitu nikel, terus digenjot. Begitu pula investasi untuk pembangunan pabriknya. Peluang ini memang terbuka lebar mengingat saat ini industri otomotif sedang bertransisi ke kendaraan listrik. Cadangan nikel dalam negeri juga melimpah dan merupakan yang terbesar secara global.

Holding baterai yang akan mengelola industri baterai mobil listrik dalam negeri dari hulu hingga ke hilir melibatkan tiga badan usaha milik negara (BUMN) yang besar. Ketiganya adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (MIND ID), Pertamina, dan PLN. Untuk merealisasikan holding baterai ini, Komisaris Utama MIND ID Agus Tjahjana Wirakusuma telah ditunjuk sebagai ketua pembentukan PT Indonesia Battery.

Ada tiga lokasi yang menjadi opsi untuk proyek tersebut,, yaitu Halmahera (Maluku Utara), Konawe Utara (Sulawesi Tenggara), dan Pulau Gag (Papua Barat). Konsorsium  belum menentukan finalnya soal ini.

Proses Legal Holding Baterai Hampir Rampung

Rencana pembentukan holding PT Indonesia Baterai secara resmi ditargetkan kelar dalam waktu dekat. Direktur Utama Indonesia Asahan Aluminum atau MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan prosesnya legalnya hampir selesai.

Sebagai informasi, Indonesia merupakan produsen dan pemilik cadangan nikel terbesar dunia. Meski demikian, hal ini tak membuat bisnis baterai dapat melenggang mulus. Ada satu bahan bakunya tidak ada di sini, yaitu lithium.

Orias sebelumnya menyebut impor lithium menjadi salah satu opsi untuk operasional pabrik baterai BUMN. Opsi lainnya adalah berinvestasi tambang komoditas itu di negara lain. “Jadi, ada berbagai kombinasi bahan baku baterai itu. Ada nikel, kobalt, lithium. Kandungan nikelnya akan mayoritas, 80%," kata Orias.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total produksi nikel di dunia pada tahun lalu berada di angka 2,6 juta ton. Sementara secara global, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan menghasilkan 800 ribu ton. 

Puncak produksi olahan nikel terjadi pada tahun lalu. Kementerian ESDM mencatat produk olahannya mencapai hampir 2 ton. Angka ini melebihi target 860 ribu ton karena ada tambahan produksi dari pabrik pemurnian atau smelter PT Virtue Dragon di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang menghasilkan 745 ribu ton.

Reporter: Verda Nano Setiawan