- Holding dari tiga BUMN akan menciptakan perusahaan panas bumi terbesar di dunia.
- Konsolidasi ini bakal meningkatkan pengembangan geothermal di Indonesia.
- Namun, pembentukan holding diperkirakan membentur rencana IPO Pertamina Geothermal Energy.
Tak ingin kalah start dengan holding baterai, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) rupanya juga berancang-ancang membentuk hal serupa untuk panas bumi. Perusahaan induk ini akan diisi oleh tiga kongsi pelat merah yang fokus menggarap pembangkit listrik tenaga panas bumi alias PLTP.
Ketiganya yakni PT Pertamina Geothermal Energy, PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal. Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mengatakan dengan holding itu kerja operasional perusahaan bisa lebih efisien.
Dia menargetkan penggabungan aset panas bumi ketiga perusahaan akan selesai di tahun 2021 ini. "Berpotensi jadi perusahaan geothermal terbesar di dunia," kata Pahala kepada Katadata.co.id, Senin (22/2). Namun, ia belum mau membeberkan sejauh mana pembentukannya.
Penggabungan aset panas bumi nantinya akan memperkuat holding. Kekuatan Pertamina adalah pengembangan dan pengeboran sumur panas bumi. "PLN nanti untuk transmisi dan distribusi. Lalu, pemerintah dalam kebijakan dan pendanaan," ujarnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana berpendapat pembentukan holding menjadi bentuk sinergi para BUMN. Tujuannya, untuk mengoptimalkan kapasitas yang ada.
Kementerian ESDM tidak terlibat dalam rencana tersebut. "Ini memang ranah Kementerian BUMN bersama korporasinya," ujar dia.
Direktur Operasi PLN Gas & Geothermal (PLN GG) Yudistian Yunis mengatakan pembahasan holding masih berkutat pada opsi dan mekanisme penggabungan usaha panas bumi.
Pembentukan holding, menurut dia, akan mengakselerasi dan mengoptimalkan pemanfaatan energi geothermal untuk tenaga listrik. Potensinya sangat berlimpah di Indonesia, tapi baru sekitar 8% termanfaatkan.
Databoks berikut menampilkan potensi panas bumi Indonesia.
Dalam konteks pembentukan holding, PLN Gas & Geothermal siap menjalankan arahan dari induknya, PT PLN (Persero). "Hal ini masih ditangani oleh PLN pusat," kata Yudistian.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Geothermal Energy Sentot Yulianugroho mengatakan belum mengetahui secara jelas rencana pembentukan holding panas bumi. Pada tahun ini, perusahaan akan fokus pada operasi dan pemeliharaan lapangan existing.
Selain itu, ada juga beberapa program inisiasi pemanfaatan langsung panas bumi dan studi bersama dengan PLN Gas & Geothermal dan Medco Power. "Untuk mengembangkan wilayah kerja ketiga perusahaan," katanya.
Pembentukan Holding Terbentur IPO Pertamina Geothermal Energy?
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Priyandaru Effendi berpendapat pembentukan holding dapat membuat perusahaan lebih efisien untuk berekspansi. “Ketiga perusahaan tidak akan berkompetisi lagi dan bersatu untuk bersaing dengan swasta,” ucapnya.
Harapannya, pengembangan panas bumi dapat terealisasi secara maksimal. Terutama untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Dampak positif lainnya, secara komersial perusahaan menjadi lebih kompetitif dan memberi benefit kepada shareholder-nya, yaitu pemerintah. Tinggal masalah legalitasnya saja yang harus diselesaikan. “Tapi saya percaya pemerintah sudah punya strateginya,” ucap Priyandaru.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan upaya penggabungan bisnis panas bumi sebenarnya sudah ada kajiannya pada 1990an. Ketika itu, pemerintah berencana menyatukan Pertamina dan PLN untuk membentuk PT Panasbumi Indonesia.
Hasil kajiannya sudah ada. Bahkan, lapangan atau wilayah kerja bersamanya pun sudah disiapkan.
Namun, krisis ekonomi 1998 melanda Tanah Air. Proyek itu malah berujung di meja arbitrase internasional dan pemerintah kalah. Akhirnya, negosiasi pun ditempuh dan penyelesaian terjadi di luar pengadilan.
Lalu, muncullah Geo Dipa Energy, yang sekarang menjelma menjadi BUMN khusus di bawah Menteri Keuangan. Perusahaan ini, Surya mengatakan, adalah anak perusahaan Pertamina dan PLN, yang diharapkan sebagai pengganti pembentukan PT Panas Bumi Indonesia (PT PI).
Hanya saja kegiatannya tidak sesuai harapan. Kegiatan usaha mayoritas dilaksanakan PLN, sedangkan saham yang terbesar dipegang oleh Pertamina.
Aktivitas usaha Geo Dipa menjadi tersendat-sendat karena berbagai macam faktor. “Komitmen para pemegang saham belum sepenuh hati,” kata Surya.
Sebagai informasi, pada masa Orde Baru ada dua lapangan panas bumi yang akan dikembangkan, yaitu Dieng dan Patuha. Keduanya dikelola oleh Himpurna California Energy Ltd dan Patuha Power Ltd dengan Pertamina.
Ketika krisis moneter terjadi, pemerintah menangguhkan proyek tersebut. Akibatnya, kedua perusahaan menggugat pemerintah ke arbitrase. Kekalahan di pengadilan ini membuat negara harus membayar US$ 500 juta kepada keduanya.
PLTP Dieng dan Patuha akhirnya melakukan ground breaking pada April 2019. Proyek yang terkatung-katung selama puluhan tahun ini digarap oleh Geo Dipa memakai special mission vehicle atau SMV di bawah Kementerian Keuangan.
Dengan rencana baru holding panas bumi ini, Surya memperkirakan pengembangan panas bumi akan lebih cepat. Namun, rencana ini mungkin akan terbentur dengan keinginan Pertamina melepas anak usahanya ke lantai bursa alias IPO (initial public offering).
Di antara anak usaha BUMN itu yang memiliki kontribusi positif dan masa depan baik adalah Pertamina Geothermal Energy. Bisnisnya sesuai dengan tren industri energi saat ini yang bertransisi dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Panas bumi yang termasuk energi bersih tidak hanya untuk listrik, tapi juga pariwisata, green house, produk pertanian, dan lainnya. Fluidanya yang mengandung unsur mineral lithium dapat menjadi bahan baku produk baterai.
Dengan semua kondisi itu, prospek panas bumi sangat positif. “Sampai saat ini, Pertamina Geothermal Energy memang perusahaan nasional yang kompeten, fokus, dan juga terbesar,” ucapnya.
Konsolidasi untuk Holding Panas Bumi
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pengembangan panas bumi memerlukan modal besar, risiko yang tinggi, dan masa pengembangan proyek yang lama.
Adanya holding panas bumi diharapkan dapat mengonsolidasikan sumber daya, pengetahuan, kapital serta kemampuan mobilisasi pendanaan untuk proyek panas bumi. "Dengan demikian pengembangan panas bumi bisa lebih cepat," katanya.
Persiapan pembentukan holding perlu dimulai dengan opsi struktur yang ideal. Pasalnya, penggabungan ini melibatkan dua anak perusahaan BUMN dan satu BUMN khusus di bawah Kementerian Keuangan.
Selain itu, perlu kajian pengembangan dan model bisnisnya, serta opsi-opsi kepemilikan negara dalam struktur holding ini. Untuk menghindari masalah, menurut dia, rencana IPO Pertamina Geothermal Energy sebaiknya ditunda.
Soal rencana go public, Pertamina Geothermal Energy mengaku belum mengetahuinya. “Saya belum ada informasi terkait ini,” ucap Sentot.
Untuk menggabungkan tiga perusahaan, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bukan perkara mudah. Apalagi butuh koordinasi lintas kementerian. “Jadi, prosesnya akan butuh waktu,” katanya.
Dengan terbentuknya holding panas bumi, harapannya, pengembangan pun menjadi lebih optimal. Pendanaan pun dapat terkonsolidasi sehingga lebih kuat.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan rencana IPO Pertamina Geothermal Energy. “Apakah dengan holding ini, IPO semakin real, mengingat PGE akan menjadi holding-nya?” ujar Mamit.
Direktur Utama Geo Dipa Riki Firmandha Ibrahim sebelumnya mengatakan perlu adanya pembentukan holding panas bumi. Keberadaan perusahaan induk dapat menurunkan risiko eksplorasi.
Selama ini pengembangan geothermal cenderung lambat karena risikonya yang tinggi. “Manfaat dari holding itu sudah pasti membuat kami tidak lagi berpijak pada permintaan dan pasokan tapi demand creation,” kata dia beberapa waktu lalu.
Hingga 2050 sektor panas bumi akan memegang peranan penting dalam pengembangan energi baru terbarukan atau EBT di Indonesia. Geo Dipa pun berkomitmen menambah kapasitas pembangkit listrik panas bumi alias PLTP hingga 410 megawatt (MW) dalam lima tahun ke depan. Perusahaan menargetkan kapasitas pembangkitnya mencapai 1.500 megawatt pada 2030.
Ia mengatakan tiga perusahaan pelat merah atau BUMN energi dapat berkongsi membentuk holding panas bumi yang kokoh. Ketiganya adalah PLN, Geo Dipa, dan Pertamina. Dengan begitu, posisi PLN sebagai pembeli pun akan lebih menguntungkan dan kuat.
Tak hanya itu, dengan adanya holding, sinergi antar-Kementerian juga akan lebih efisien. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengurus bagian teknis. Lalu, Kementerian BUMN menaungi Pertamina dan PLN. Terakhir, Kementerian Keuangan sebagai pemegang saham Geo Dipa. "Indonesia dapat menjadi leader pengembangan EBT dari sektor panas bumi global," kata dia.