Penetapan harga jual listrik menjadi penentu pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP. Harga jual listrik dari energi baru terbarukan (EBT) itu dinilai belum kompetitif.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yuda mengatakan tarif listrik panas bumi menjadi hambatan pengembangannya selama ini. “Harga listrik panas bumi sekitar US$ 7 sen per kilowatt hour (kWh) tapi PLN minta lebih rendah lagi karena mereka offtaker-nya,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (1/3).
Kegiatan pengeboran eksplorasi yang pemerintah lakukan, harapannya, dapat menekan harga tersebut. Dengan begitu, panas bumi dapat berkembang maksimal di Indonesia.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengatakan PLN merupakan satu-satunya pembeli listrik dari sektor panas bumi. Pengembangan sektor ini menjadi tidak akan optimal tanpa adanya kepastian pembelian listrik. Di sisi lain, PLN juga dituntut melakukan berbagai efisiensi.
Keekonomian industri ini, menurut Prijandaru, seperti pengeboran minyak dan gas bumi. “Bedanya, migas pembelinya banyak dan bergantung pasar. Panas bumi (pembelinya) hanya PLN,” ucapnya.
Dengan kondisi itu, pemerintah perlu hadir dalam memberikan solusi disparitas harga. Apalagi, panas bumi juga mempunyai kelebihan. Sumber listriknya dapat diandalkan sebagai base-load.
Base-load merupakan pembangkit pemikul beban dasar dengan rata-rata lima ribu jam operasi per tahun. Pembangkitnya memiliki daya keluaran besar, biaya kapital tinggi, tapi biaya operasinya rendah.
Perpres Harga Listrik Panas Bumi
Pemerintah sebelumnya berencana menerbitkan peraturan presiden (Perpres) yang mengatur pembelian harga listrik energi baru terbarukan (EBT). Aturan ini juga akan berisi berbagai insentif untuk pelaku usaha sektor ini, termasuk keringanan pajak.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan dalam RPP itu pemerintah bakal menentukan skema harga listrik EBT berdasarkan tiga kelompok utama.
Pertama, feed- in tarif atau harga yang telah ditetapkan untuk pembelian tarif tenaga listrik dengan kapasitas 5 megawatt (MW). Kedua, opsi harga patokan tertinggi untuk kapasitas listrik besar di atas 5%.
Ketiga, harga kesepakatan tenaga listrik berasal dari pembangkit yang menjadi peaker atau pembangkit bersumber bahan bakar nabati (BBN) dan yang belum didefinisikan potensi dan harganya. “Misal, ada pembangkit di laut, belum tahu harganya berapa. Itu business-to-business saja antara offtaker dan PLN,” kata Dadan dalam beberapa waktu lalu.