Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji pemberian insentif bagi industri yang mau menggunakan listrik dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Langkah ini sebagai upaya untuk membuat pengembangan energi bersih semakin menarik di Indonesia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, beberapa negara maju telah memberikan insentif pajak bagi industri yang berhasil menekan emisi karbon. "Kita (Indonesia) belum masuk ke situ. Tapi apabila industri memakai energi bersih diberikan insentif, ini yang sedang kami kaji," kata Arifin dalam acara Katadata Future Energy Tech and Innovation Forum 2021, Senin (8/3).
Implementasi penggunaan energi baru terbarukan di dalam negeri, menurut dia, tidaklah mudah dan penuh tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah membutuhkan pendanaan besar. Seluruh dunia saat ini tengah berlomba dan fokus pada tren energi bersih. Persaingan pendanaan untuk investasi hijau secara global pun kian ketat dan kompetitif.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya menciptakan kebijakan yang mampu menarik iklim investasi. "Kompetisi ini yang harus kami antisipasi agar investor tetap tertarik masuk ke Indonesia," kata dia.
Pemerintah juga tengah menyiasati agar pembangkit energi terbarukan dapat masuk dalam mega proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW). Namun, pelaksanaannya masih menunggu rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL periode 2021-2030 yang masih digodok pemerintah.
Evaluasi dan pengembalian draf RUPTL ke PLN telah Kementerian ESDM lakukan. “Sedang kami bahas secara rinci bagaimana opportunity energi bersih bisa masuk. Hal ini memerlukan upaya upaya bersama," kata Arifin.
RUPTL 2021-2030
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana sebelumnya mengatakan pemerintah memang masih terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf RUPTL setebal 841 halaman itu. Menteri ESDM Arifin Tasrif disebut memberikan beberapa perbaikan. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida beberapa waktu lalu.
Pandemi Covid-19 telah berpengaruh besar pada proyek listrik yang ada dalam RUPTL. Dampaknya, ada jadwal pengoperasian yang terpaksa tertunda.
Pemerintah juga mempertimbangkan mengurangi jumlah pembangkit yang akan dibangun pada 2030. Pengurangan kapasitasnya mencapai 15,5 gigawatt. “Dengan sendirinya jumlah tambahan pembangkit akan berkurang dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
Rida memperkirakan rata-rata pertumbuhan listrik tahun ini hanya sekitar 4,9%. Angkanya turun dibandingkan proyeksi sebelumnya di 6,4%. Penurunan angka tersebut berkaca pada kondisi 2020.
Konsumsi listrik menurun. Begitu pula dengan investasi di sektor ini. Realisasinya sekitar US$ 7 miliar atau Rp 97 triliun. Angkanya 59% meleset dari target. Untuk tahun ini, investasi di sektor kelistrikan diperkirakan bakal mencapai US$ 9,9 miliar.