Perubahan iklim menjadi perhatian bersama masyarakat global. Pajak karbon dapat menjadi solusi mengurangi emisi karbon dioksida.
Lead Researcher Zero Carbon Energy for the Asia-Pacific ANU Grand Challenge Project Paul Burke mengatakan negara-negara dengan penetapan pajak karbon lebih berhasil dalam mengurangi emisi dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan emisi dari negara-negara tersebut persentasenya lebih rendah setiap tahunnya dibandingkan dengan yang belum menerapkan pajak karbon. "Jadi, alih-alih emisi tumbuh sebesar 2% per tahun, mereka akan tumbuh sebesar 0%," kata dia dalam acara Katadata Future Energy Tech and Innovation Forum 2021, Senin, (8/3).
Di Australia, misalnya, pajak karbon telah berlaku selama dua tahun. Hasilnya, gas rumah kaca berkurang signifikan, terutama dari sistem kelistrikan.
Penetapan serupa dapat terjadi di Indonesia dan menjadi salah satu upaya reformasi ekonomi. Selain mengurangi masalah polusi udara, pajak karbon juga dapat menurunkan pemakaian bahan bakar fosil.
Paul berpendapat, skema perdagangan karbon tidak tepat untuk negara ini. Yang lebih sesuai adalah penerapan pajak karbon atau retribusi.
Singapura menerapkan pajak karbon sebesar SIN$ 5 per ton emisi karbon dioksida atau CO2. Sedangkan, Amerika Serikat sekitar US$ 3,7 per ton emisi karbon dioksida. Pajak tersebut berlaku untuk bahan bakar fosil.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut banyak negara maju telah memberikan insentif bagi industri yang dalam kegiatan produksinya dapat menekan emisi karbon.
Pajak karbon pun diterapkan untuk industri yang menghasilkan emisi dalam jumlah besar. “Kita (Indonesia) belum masuk ke situ. Tapi apabila mereka menggunakan energi bersih diberikan insentif, ini yang sedang kami kaji," kata Arifin.
Target Penurunan Emisi Karbon RI
Dalam Perjanjian Paris 2015, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca secara bertahap. Pada 2030, target pengurangan emisinya mencapai 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
Pengurangan emisi gas rumah kacanya pada tahun itu sebesar 834 juta ton. Target penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi mencapai 314 juta ton. Dengan dukungan internasional, angkanya menjadi 400 juta ton. “Kami harus melakukan langkah tepat agar target penurunan emisi itu dapat dicapai di 2030," ujarnya.
Sektor energi saat ini berkontribusi hampir 500 juta ton karbon dioksida per tahun. Apabila pemerintah diam saja dengan kondisi ini, maka angkanya berpotensi naik tiga kali lipat dalam lima tahun ke depan.
Karena itu, proses transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan sangat penting untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. "Kalau kami lihat yang menghasilkan emisi adalah energi berbahan fosil," katanya.