Pendirian Holding Baterai Masih Menanti Izin Kemenkumham

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Karyawan mengganti baterai sepeda motor listrik di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), Gedung Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM), Jakarta, Senin (21/12/2020).
19/4/2021, 13.13 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini tengah mengajukan permohonan pendirian BUMN  holding baterai yakni Indonesia Battery Corporation (IBC) kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Holding ini ditargetkan terbentuk pada Juli mendatang.

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah mengatakan bahwa proses pendirian holding baterai masih terus berlanjut. Saat ini pihaknya juga tengah menyusun perencanaan sumber daya manusia (SDM).

"Menyelesaikan masalah izin Kemenkumham, staffing, mencari kesempatan untuk bisnis agar bisa tumbuh," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (19/4).

Meski demikian, Agus tak membeberkan secara rinci mengenai target penyelesaian izin pendirian holding baterai. Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan terbentuknya holding baterai pada Maret lalu.

Menurut dia untuk mengkonsolidasikan potensi bisnis baterai, maka memerlukan upaya jangka panjang. “Karena ini baru di kertas, bagaimana implementasinya tentu baru akan terbukti pada tahun depan,” ujarnya dalam konferensi pers.

Dalam Indonesia Battery Corporation, MIND ID bersama Antam berperan untuk menyediakan bijih nikel. Pertamina menjalankan bisnis manufaktur produk hilir meliputi pembuatan baterai cell, baterai pack, dan ESS.

Sedangkan PLN akan berperan untuk pembuatan sel baterai, penyediaan infrastruktur SPKLU, dan pengintegrasian sistem manajemen energi (energy management system/EMS). Porsi kepemilikan saham masing-masing BUMN ini adalah 25%.

Selanjutnya, holding bisnis baterai itu akan membangun fasilitas daur ulang baterai. Pelaksananya adalah anak usaha MIND ID, yaitu PT Nasional Hijau Lestari (NHL). Apabila industri baterai ini terbangun, Indonesia memiliki potensi untuk membangun ekosistem industri EV terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Di samping itu, ada dua perusahaan asing yang bakal menggelontorkan dana dalam proyek tersebut. Pertama, produsen baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co Ltd atau CATL sebesar US$ 5 miliar atau sekitar Rp 72 triliun.

Kemudian, LG Chem Ltd asal Korea Selatan sebesar US$ 13 miliar hingga US$ 17 miliar (Rp 187,5 triliun sampai Rp 245 triliun).

Dalam kesepakatan kerja sama tersebut, nantinya produk baterai yang dihasilkan tidak hanya fokus untuk mobil listrik saja. Kendaraan roda dua juga bakal menjadi konsumennya.

Targetnya, Indonesia menjadi pemimpin untuk pembuatan baterai kendaraan roda dua dan baterai stabilisator pembangkit listrik energi terbarukan. “Jadi ini perjanjian yang win-win. Mobil kami ngalah. Tapi motor listrik dan stabilisator yang jadi leading sector,” ujar Erick.

Reporter: Verda Nano Setiawan