Pemerintah menilai energi baru terbarukan (EBT) bukan lagi menjadi isu lingkungan semata tapi juga ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pasar global saat ini mulai fokus pada produk hasil industri yang memiliki jejak karbon atau carbon footprint yang rendah.
Airlangga mengajak pelaku industri pengolahan atau manufaktur mulai memperhatikan sumber energi listriknya untuk memenuhi tren di pasar global. Untuk itu, penting upaya bersama mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Sumber energi dari fosil tidak menjanjikan dibandingkan EBT. Hal ini akan berdampak pada industri pengolahan kita," ujar Airlangga dalam Acara New Energy Conference CNBC Indonesia, Senin (26/4).
Lembaga pembiayaan saat ini juga mulai mengurangi pendanaannya ke proyek energi fosil dan lebih mendukung ke arah proyek yang lebih ramah lingkungan. Oleh sebab itu, ia mendorong pengembangan EBT secara masif.
EBT pun lambat laun juga semakin kompetitif seiring dengan semakin murahnya teknologi. Sehingga, kata dia, cepat atau lambat energi terbarukan akan menggantikan energi fosil.
Indonesia memiliki potensi sumber EBT yang cukup beragam mulai dari air, angin, matahari, panas bumi hingga bioenergi. Potensi energi terbarukan yang cukup besar, yakni mencapai 417,8 gigawatt (GW).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, potensi tersebut berasal dari arus laut samudera sebesar 17.9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air 75 GW, dan matahari atau surya 207,8 GW. Berikut grafik dalam Databoks:
Meski demikian, pemanfaatan EBT tersebut masih belum optimal. Hingga akhir 2020 saja misalnya, total kapasitas listrik berbasis EBT hanya mencapai 10,5 Gigawatt. Sedangkan, realisasi dari bauran energi primer saat ini baru mencapai 11,2% dari 23% di 2025. "Sinergi dan koordinasi antara stakeholder akan mempercepat transisi," ujarnya.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menilai guna merealisasikan target-terget tersebut. Maka Dibutuhkan sinergi antara badan usaha, pemerintah, perbankan hingga elemen masyarakat. "Potensi untuk EBT sangat besar karena baru sedikit sekali dioptimalkan," ujarnya.
Nicke menilai kebijakan transisi energi harus diimplementasikan dengan baik. Untuk itu, egosentrisme dari masing-masing fungsi harus disingkirkan agar strategi utama yang sudah dicanangkan pemerintah dapat tercapai.