Dewan Energi Nasional alias DEN mendorong agar sumber energi untuk kompor listrik induksi dapat berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Hal ini supaya komitmen dalam menggenjot penurunan emisi karbon dapat lebih maksimal.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya telah melakukan kerja sama untuk pembiayaan dan pemasangan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Oleh sebab itu, ia berharap sumber listrik untuk kompor induksi dapat berasal dari PLTS atap.
"Kita masak rata-rata di siang hari. Kalau kita sudah pasang PLTS atap maka kompor listriknya juga dari energi matahari itu yang kami harapkan," ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Senin (3/5).
Beberapa waktu lalu, DEN bersama dua perusahaan pelat merah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk pembiayaan dan pemasangan sistem PLTS atap. Kedua badan usaha milik negara (BUMN) itu adalah Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan PT Len Industri (Persero).
Pembangkit listrik tersebut nantinya akan terpasang di lingkungan kantor dan perumahan pegawai Sekretariat Jenderal DEN. BRI bakal memberikan bantuan pembiayaan tanpa agunan dan uang muka.
"Dalam waktu dekat mungkin (bekerja sama) dengan Bank Mandiri. Sudah ada sembilan perusahaan yang memproduksi PLTS atap ini. Kalau kompor listrik sudah mulai banyak. Kami berharap dari EBT," ujarnya.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional tahun 2020 memang baru sekitar 11%. Namun demikian, menurut dia pemakaian kompor listrik induksi secara keseluruhan akan tetap menurunkan emisi gas rumah kaca.
"Tetap menurunkan emisi, terlepas dari sisi hulunya yang masih bersifat batu bara dan gas sebagainya. Ini menjadi sistem secara keseluruhan," kata dia.
Sebelumnya, program percepatan mobil listrik sempat mendapat kritik. Komisi VII DPR menyorot kebijakan itu tak sejalan dengan target penurunan emisi karbon dan bauran energi.
Anggota Komisi VII Ratna Juwita mendorong adanya peta jalan yang jelas soal ini. Terutama terkait sumber energi untuk kebutuhan kendaraan listrik. “Percepatan KBLBB ini tak sesuai dengan transformasi energi. Kalau otomatis kita pakai batu bara lagi, sama saja bohong,” ucapnya.