Pertamina (Persero) terus menggenjot program transisi energi dari bahan bakar fosil menuju sumber energi baru terbarukan (EBT). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan transisi tersebut akan fokus pada tiga kebijakan utama.
Nicke juga menyebutkan kebijakan transisi energi perusahaan energi pelat merah ini akan dilakukan dengan tetap memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, serta mengoptimalkan infrastruktur dari bisnis yang ada.
"Program transisi energi menjadi upaya mengatasi defisit transaksi berjalan akibat masih tingginya impor bahan bakar minyak, sekaligus mengembangkan potensi sumber daya domestik sebagai bahan baku energi," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (17/5).
Dia menambahkan Pertamina memiliki tiga program prioritas sebagai bagian dari implementasi transisi energi sekaligus ekonomi hijau. Program transisi pertama adalah penurunan impor bahan bakar minyak jenis solar melalui implementasi biodiesel.
Nicke mengklaim bahwa dengan program ini Pertamina berhasil mengurangi impor solar secara signifikan. “Bahkan, Pertamina sudah tidak lagi mengimpor solar terhitung sejak April 2019,” ujarnya.
Program kedua adalah pengurangan ketergantungan pada impor elpiji melalui proyek gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter (DME). Ini akan menggantikan penggunaan elpiji di dalam negeri.
Menurut Nicke, Indonesia merupakan salah satu negara yang dengan cadangan batu bara terbesar di dunia. Oleh karena itu Indonesia memiliki peluang yang sangat baik untuk melakukan gasifikasi batu bara menjadi DME. "Kami yakin pengembangan ini dapat mencapai target pemerintah untuk bebas impor elpiji pada 2027,” kata Nicke.
Selanjutnya, program ketiga adalah penurunan impor bahan bakar minyak jenis gasoline (bensin) dengan mencampur metanol dan etanol. Kedua produk itu dapat diperoleh melalui gasifikasi batu bara maupun sumber bioetanol lainnya.
Untuk menjamin keberlangsungan lini bisnis dan mengatasi isu lingkungan dari gasifikasi batu bara, secara bersamaan Pertamina juga menerapkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menekan emisi karbon dan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan produksi migas.
Perusahaan pelat merah ini juga menjajaki potensi kerja sama dengan ExxonMobil dan sedang melakukan kerja sama studi injeksi karbondioksida (CO2)di lapangan eksplorasi Gundih dan Sukowati.
“Melalui pemanfaatan carbon capture yang terintegrasi dengan proyek dimetil eter, kami yakin dapat menekan emisi karbon hingga 45%," pungkas Nicke.
Menurut laporan World Economic Forum (WEF), Indonesia berada di peringkat ke-6 pada indeks transisi energi di Asia Tenggara, di bawah lima negara tetangga lainnya seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Simak databoks berikut: