Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap hingga Maret 2021 mencapai 26,51 megawatt peak (MWp). Jumlah yang memasang mencapai 3.472 pelanggan.
Dari angka itu, sebanyak 141 pelanggan berada di Bali. Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chrisnawan Anditya mengatakan pemanfaatan PLTS di provinsi tersebut dapat digenjot secara signifikan.
Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga matahari di sana hingga Maret 2021 mencapai 1,07 MWp. “Kami harapakan Bali dapat mendorong pemakaian PLTS atap karena potensinya sangat luas,” katanya dalam diskusi virtual, Bali Menuju Energi Bersih, Rabu (9/6).
Guna menarik minta investasi pembangkit tersebut, pemerintah tengah merevisi aturannya. Terutama yang berkaitan dengan perhitungan ekspor-impor listrik antara pelanggan dengan PLN.
Dalam revisinya, nilai transaksi ekspor energi dari PLTS atap ke PLN didorong akan lebih dari 65%, tidak seperti saat ini. Mekanisme pelayanannya pun berbasis aplikasi. “Sehingga memudahkan proses pengawasan,” ucap Chrisnawan.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengatakan provinsi Bali mempunyai potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan PLTS atap.
Berdasarkan pemetaan IESR berbasis geospasial, citra satelit, dan penggunaan lahan, potensinya dapat mencapai 26,4 Giga Watt peak (GWp). "Ini cukup besar dengan memperhitungkan kesesuaian lahan dan produksi teknisnya bisa mencapai hingga 40,5 Terawatt hour (TWh)," ujarnya.
Di samping itu, Bali juga memiliki potensi penyimpanan energi dalam bentuk pumped hydro energy storage (PHES) alias teknologi penyimpanan daya hidroelektrik terpompa dengan total kapasitas 34 TWh. Selain itu potensi PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikrohidro) mencapai 61.379,6 kWh per bulan (2.046 kWh per hari).