Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berencana mengkaji komersialisasi pengembangan green hydrogen atau hidrogen hijau di Indonesia. Karimunjawa akan menjadi salah satu lokasi untuk demonstrasi pengembangan sistem energi bersih bebas emisi ini.
Smart Grid and Power System Analyst of The Agency for the Assessment and Application of Technology BPPT, Hamzah Hilal mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Jepang untuk melihat potensi dari pulau-pulau di Indonesia untuk komersialisasi hidrogen hijau.
Komersialisasi ini bertujuan untuk melihat keekonomian hidrogen hijau. "Di Karimunjawa ada size khusus di mana hidrogen yang dihasilkan akan dikirim ke pulau sampingnya untuk membangkitkan listrik. Jadi harus ada kombinasi listrik dengan hidrogen," ujarnya dalam diskusi secara virtual, Rabu (7/7).
Selain Pulau Karimunjawa, BPPT juga akan melihat potensi dari pulau lain seperti di Sumba dan Sulawesi untuk dikaji pengembangan komersialisasi hidrogen hijau. Pasalnya, selain dapat dimanfaatkan di dalam negeri, sumber energi baru ini juga dapat diekspor ke luar negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia Arya Rezavidi menilai, pengembangan pembangkit energi beru terbarukan (EBT) berpeluang menciptakan green job. Di antara pembangkit EBT lainnya, pmbangkit listrik tenaga surya (PLTS) penyumbang terbesar untuk menciptakan peluang kerja hijau baru tersebut.
Menurut dia energi surya saat ini dapat menjadi tulang punggung sumber energi utama di Indonesia. Oleh sebab itu, kelebihan dari energi surya yang terjadi pada siang hari dapat dimanfaatkan untuk memproduksi hidrogen hijau.
"Karena dalam sistem transportasi nanti tidak hanya menggunakan baterai tapi juga menggunakan hidrogen. Ini bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Sementara, Hamzah menilai penggunaan hidrogen untuk penyimpanan energi listrik juga jauh lebih murah dibandingkan penggunaan baterai. Dengan catatan, kapasitasnya harus besar.
"Di atas 50 megawatt (MW) dia bisa lebih murah dan dia bisa disimpan dan jangka panjang kalau baterai itu sekali diisi harus digunakan," katanya.
Sebelumnya, Pertamina Geothermal Energy juga mulai serius dalam mengembangkan energi baru ini. Pasalnya, potensi pasar untuk hidrogen hijau cukup terbuka lebar. Salah satu pasar potensial yang menjadi incaran anak usaha Pertamina ini yaitu Singapura.
Manager Government and Public Relation Pertamina Geothermal Sentot Yulianugroho mengatakan bahwa pihaknya saat ini memang tengah menjajaki penetrasi pasar di luar negeri. Menurutnya, Singapura saat ini tengah membutuhkan pasokan hidrogen hijau untuk bahan bakar kapal.
"Dari luar negeri seperti Singapura itu sudah digunakan bahan bakar untuk transportasi kapal. Ini yang sedang kami jajaki untuk bisa kesana marketnya," ujarnya dalam diskusi secara virtual beberapa waktu lalu.
Sementara, untuk di dalam negeri sendiri, PGE juga telah melakukan penjajakan kerja sama untuk memenuhi kebutuhan kilang milik Pertamina. Pasalnya, pemanfaatan hidrogen hijau di Indonesia baru terbatas di sektor industri. "Sampai saat ini Indonesia belum ke arah transportasi," ujarnya.