PLN menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk membentuk Holding Geothermal Indonesia (HGI). Langkah ini dinilai mempercepat dan mengoptimalkan pengembangan potensi panas bumi di Tanah Air.
Saat ini potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 25 GW, atau setara 40% cadangan potensi panas bumi dunia. Namun pemanfaatannya baru sekitar 2,1 GW. Melihat besarnya potensi tersebut perlu terobosan untuk mengakselerasi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan, melalui holding ini seluruh sumber daya, aset, dan sumber daya manusia dengan keahlian spesifik yang dimiliki setiap entitas yang selama ini mengelola energi panas bumi akan dioptimalkan.
"Tujuan utama dari pembentukan holding ini bukan untuk mengerdilkan satu sama lain, melainkan justru untuk membesarkan setiap entitas dan menggarap potensi panas bumi sebesar-besarnya," kata Agung dalam keterangan tertulis, Jumat (6/8).
Dengan demikian, holding akan jauh lebih besar daripada entitas yang ada saat ini. Agung menambahkan, rencana pemerintah membentuk holding panas bumi juga sesuai dengan Transformasi PLN dalam pilar Green yang dicanangkan sejak 21 April 2020.
PLN terus mendukung transisi energi di Indonesia dengan gencar mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, salah satunya panas bumi. "PLN tentunya akan mendukung keputusan pemerintah, dengan harapan holding ini bisa memberi manfaat besar bagi negara dan masyarakat," kata dia.
Kementerian BUMN saat ini masih mencari bentuk ideal holding panas bumi. Ada tiga perusahaan pelat merah yang akan digabungkan, yakni PT Pertamina Geothermal Energy, PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pemerintah masih menggodok bentuk penggabungan aset panas bumi agar kinerja perusahaan lebih efisien. "Kami masih berdiskusi, bisa konsolidasi atau holding, kami mencari yang terbaik," ujar Arya.
Arya mengatakan penggabungan aset panas bumi ketiga perusahaan ini juga ditujukan supaya target bauran energi baru terbarukan 23% dalam bauran energi nasional dapat tercapai pada 2025. Sedangkan hingga saat ini kapasitas terpasang PLTP hingga 2020 baru mencapai 2.130 megawatt (MW).
Padahal pemerintah menargetkan peningkatan pemanfaatan panas bumi pada 2025 menjadi 7.241,5 MW. Oleh karena itu, penggabungan aset panas bumi dimungkinkan agar perusahaan dapat berekspansi dalam menggenjot pemanfaatan dari pembangkit hijau ini.
Adapun komposisi pembagian saham dalam penggabungan aset ini akan dirinci berdasarkan jumlah kepemilikan aset masing-masing perusahaan. Dengan begitu pengelolaan panas bumi akan lebih ringkas.