Kementerian ESDM mencatat kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap hingga kini baru mencapai 31 megawatt-peak (MWp). Jumlah ini cukup rendah mengingat potensi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) itu bisa mencapai 32.000 MWp.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan potensi dari PLTS atap di Indonesia baik untuk skala rumah tangga, bisnis, industri, sosial, maupun gedung pemerintah dan BUMN cukup besar. Namun hingga kini pemanfaatannya belum begitu signifikan.
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mendorong pemasangan PLTS atap secara masif, mengingat besaran investasinya di lokasi masing-masing tidak begitu mahal dan dapat dilakukan oleh skala rumah tangga.
"Kapasitas terpasang solar rooftop saat ini hanya 31 MW padahal ada potensi 32 ribu MW baik di rumah tangga, bisnis industri sosial maupun gedung-gedung pemerintah dan BUMN," ujarnya dalam acara Launching Program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya), Jumat (13/8).
Untuk menggairahkan penggunaan PLTS atap, Kementerian ESDM saat ini tengah menyempurnakan regulasinya. Selain itu ada tiga proyek besar pengembangan PLTS yang akan menjadi andalan pemerintah untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025.
Tiga proyek prioritas tersebut yaitu pengembangan PLTS atap dengan kapasitas total 3,6 GW, pengembangan PLTS skala besar berkapasitas 5,34 GW, dan yang terbesar, proyek PLTS terapung di 375 lokasi dengan total kapasitas 28,20 GW.
Beberapa proyek PLTS atap yang sukses diimplementasikan di Indonesia salah satunya oleh Coca Cola Amatil Indonesia yang membangun panel surya berkapasitas 7,2 MW di area pabriknya, atau yang terbesar di ASEAN.
Kemudian, Danone juga baru saja menyelesaikan pembangunan PLTS atap berkapasitas 3 MW di Pabrik Danone-Aqua, Klaten, Jawa Tengah. "Tentu ini harus bisa diikuti oleh industri lainnya. Agar industri bisa terdukung energi bersih dan bisa menghasilkan produk hijau," ujar Arifin beberapa waktu lalu.
Program Gerilya
Disamping itu, Kementerian ESDM juga menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonologi melaui program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) untuk mendorong pemanfaatan PLTS dari kampus.
Program ini merupakan studi independen yang akan diimplementasikan pada Merdeka Belajar Kampus Merdeka. "Saya mengajak mahasiswa untuk secara aktif mengikuti gerilya untuk berpartisipasi ke energi bersih," ujarnya.
Sementara, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan setidaknya kurang lebih dua abad, manusia telah bergantung pada bahan bakar sebagai energi fosil dan ketergantungan pada bahan bakar fosil menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim.
Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah memperlambat laju perubahan iklim. Salah satunya dengan menciptakan inovasi di bidang energi bersih ini.
Melalui program kampus merdeka, pihaknya berkomitmen meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa untuk menemukan pemecahan dari tantangan dalam pengembangan energi bersih di Indonesia. Mengingat hal juga menjadi perhatian di seluruh global.
"Hari ini kami akan mengesahkan kolaborasi dengan Kementerian ESDM dalam program inisiatif listrik tenaga surya atau gerilya. Ini salah satu studi independen kampus merdeka yang melahirkan aktivis energi bersih," katanya.