Pertamina Geothermal Energy (PGE) menggenjot kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 1,5 gigawatt (GW). Dengan demikian, PGE dapat berkontribusi menurunkan emisi karbon hingga 9 juta ton per tahun.
"Ini jumlah yang besar. Bayangkan kalau kita bisa mengembangkan potensi panas bumi di Indoensia," ujar Direktur Utama PGE, Ahmad Yuniarto, dalam diskusi Katadata SAFE 2021 yang membahas tema 'Energy Transition and the Role of Geothermal', Rabu (25/8).
Dia menambahkan bahwa PGE siap mendukung komitmen pemerintah dalam upaya menekan emisi karbon di Indonesia. Terutama setelah perusahaan mengantongi sertifikat Clean Development Mechanism (CDM).
CDM merupakan proyek dengan fungsi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga dapat mencegah pemanasan global untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Saat ini PGE mengelola 15 wilayah kerja panas bumi dengan total kapasitas terpasang 1.877 megawatt (MW), termasuk Joint Operation Contract - JOC. Jika potensi di wilayah kerja ini dapat dimaksimalkan, terdapat potensi pengurangan emisi karbon hingga 9,7 juta ton setara CO2 per tahun.
Beberapa dari potensi pengurangan emisi tersebut sudah masuk dalam mekanisme CDM di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Badan PBB ini merupakan sebuah perjanjian lingkungan yang ditandatangani oleh negara-negara anggotanya.
Perjanjian yang ditandatangani pada 1992 lalu ini memiliki tujuan untuk mengontrol tingkat emisi gas rumah kaca di atmosfer sampai tingkat yang mampu mencegah campur tangan manusia dengan sistem iklim.
Langkah pengurangan emisi karbon ini juga tercermin dari setidaknya tujuh Proyek Carbon Credit PGE yang dimulai sejak tahun 2010. Adapun ketujuh proyek tersebut terdiri dari Proyek Clean Development Mechanism (CDM), Verified Carbon Standard (VCS) dan Gold Standard sebagai premium label Proyek CDM.
Potensi Ekonomi Kredit Karbon
Selain berdampak positif bagi lingkungan, pengelolaan karbon yang tepat juga dapat memberikan potensi ekonomi. Meskipun saat ini terdapat tantangan penurunan harga jual kredit karbon yang signifikan pasca berakhirnya protokol Kyoto.
Namun dengan meningkatnya tingkat kepedulian negara-negara di dunia terhadap pemanfaatan energi bersih dan pengurangan emisi karbon, PGE berharap pasar CDM bisa lebih baik dan lebih stabil pada tahun-tahun mendatang.
Saat ini terdapat lima proyek kredit karbon di PGE berjenis CDM Gold Standard (CDM-GS) yaitu Kamojang Unit 5, Karaha Unit 1, Lumut Balai Unit 1&2, Lumut Balai Unit 3&4, dan Ulubelu Unit 3&4.
Dengan adanya sertifikasi premium label standar emas tersebut, maka nilai jual kredit karbon bisa lebih dimaksimalkan. Untuk pengelolaan CDM-GS dilakukan bersama SouthPole Carbon Assets Management, Ltd. (SPCAM).
Selain itu, ada juga proyek kredit karbon berjenis Verified Carbon Standard (VCS) untuk Lahendong Unit 5&6. Proyek ini awalnya adalah proyek CDM yang kemudian diubah menjadi VCS karena potensi harga jual kredit karbonnya menjadi lebih tinggi. Saat ini VCS masih dalam tahap persiapan verifikasi dan penjualan.
VCS merupakan sertifikat proyek penurunan emisi gas rumah kaca yang dibuat oleh lembaga non komersil The Climate Group, International Emissions Trading Association (IETA), The World Economic Forum, dan The World Business Council for Sustainable Development pada 2005.
Sertifikasi ini menitikberatkan pada nilai tambah berupa pengembangan metodologi-metodologi baru di luar CDM dengan mekanisme yang relatif lebih sederhana dan biaya transaksi yang lebih murah.