Guna menjaga kenaikan suhu global agar di bawah 1,5 derajat celcius, dunia harus menurunkan setidaknya 23 miliar ton emisi karbon (CO2) pada 2030. Indonesia disebut berperan besar dalam mencapai target tersebut.
Direktur Utama PT Rimba Makmur Utama, Dharsono Hartono mengatakan Indonesia mempunyai peran strategis untuk berkontribusi menjaga kenaikan suhu global. Sebab dari 23 miliar ton, hampir 30% atau sekitar 7 miliar ton diturunkan dari sektor alam.
Indonesia memiliki lahan mangrove terluas di dunia sekitar 3,6-4 juta hektar, dan hutan tropis dan lahan gambut terluas kedua di dunia. Indonesia juga memiliki 17% dari fauna di dunia.
"Indonesia sangat strategis karena kita punya sumber alam yang luar biasa, estimasi kita punya stok hampir 300 miliar ton. Tanpa Indonesia target 1,5 derajat celcius tak akan tercapai, sebab dari 7 miliar ton, Indonesia bisa berkontribusi 1,6 miliar ton," ujarnya dalam Katadata Road to COP26, Kamis (21/10).
Oleh karena itu, ia meyakini Indonesia bisa menjadi solusi, dan ini akan dibawa ke COP26 di Glasgow, Skotlandia. "Indonesia siap, kita bisa memberikan solusi dan sudah terbukti dengan telah tercapai deforestasi yang paling rendah dalam 10 tahun terakhir," ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, menilai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia untuk sektor energi belum cukup ambisius. Terutama jika mengacu pada perjanjian Paris.
Perjanjian paris mempunyai target penting dalam mencegah pemanasan global. Di antaranya yakni membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius, berusaha mencapai 1,5 derajat celcius, dan mencapai net zero emission pada pertengahan abad ini.
Menurut Fabby jika Indonesia ingin kompatibel dengan 1,5 derajat celcius, maka sektor lahan dan hutan harus dikejar. Pasalnya, 60% dari emisi gas rumah kaca Indonesia saat ini berasal dari sektor lahan dan hutan.
Namun kalau dilihat dari proyeksi emisi gas rumah kaca, maka sektor energi akan melampaui sektor hutan dan lahan setelah 2024-2025. "Pada 2030 akan menjadi sumber emsisi yang dominan untuk Indonesia. Oleh itu perlu upaya yang lebih besar dari sektor energi dalam rangka penurunan emisi GRK," katanya.