Porsi minyak bumi akan terus dikurangi dalam bauran energi nasional, namun secara volume, kebutuhannya masih akan terus meningkat. SKK Migas menyebut peran energi baru terbarukan (EBT) dalam transisi energi hanya sebagai mitra atau pelengkap dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pada prinsipnya transisi energi dilakukan untuk mendorong penggunaan EBT menggantikan energi fosil. Sekalipun porsi bauran EBT dapat mencapai 23% pada 2025 dan naik menjadi 31% pada 2050, namun kebutuhan minyak dan gas bumi masih akan tetap tinggi secara volume.
"Produksi minyak mentah tahun ini misalnya hanya sekitar 700 ribu barel per hari. Sementara produksi BBM dari kilang sekitar 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Artinya untuk memenuhi kebutuhan energi, impor tak terhindarkan," ujarnya dalam acara Energy Corner, Senin (1/11).
Sedangkan pada 2030 dimana porsi minyak diharapkan turun dan mulai digantikan EBT, kebutuhan minyak Indonesia masih sekitar 2,2 juta barel per hari. Artinya turun dari sisi persentase dalam bauran energi namun secara volume masih meningkat.
Bahkan ketika target produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan produksi gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) tercapai, diyakini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.
Oleh sebab itu, dengan melimpahnya cadangan dan potensi sumber gas yang dimiliki Indonesia, SKK Migas akan fokus melakukan transisi energi dari penggunaan minyak ke gas bumi. Simak databoks berikut:
Sehingga, kekurangan minyak dapat dipenuhi oleh gas bumi. Misalnya pada program konversi diesel ke gas untuk 52 pembangkit listrik milik PLN. Ini diyakini dapat menekan impor minyak mentah. Meskipun program ini masih terganjal nilai keekonomian gas yang memberatkan PGN sebagai pemasok LNG.
Kepala Divisi Monetisasi Minyak & Gas SKK Migas, Agus Budiyanto, mengatakan realisasi program konversi ini akan meringankan keuangan PLN dengan adanya penghematan dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang diganti dengan gas dari PGN.
Namun di saat yang sama, keuangan PGN akan terbebani karena pemerintah telah mengunci harga gas untuk sektor kelistrikan di angka US$ 6 per mmBtu (million British thermal units).
"Penggunaan BBM sebagai pembangkit listrik, PLN membutuhkan biaya yang tinggi. Dalam pelaksanaan konversi ini ada pembatasan harga (gas), ini yang agak menjadi rancu," ujar dia dalam diskusi bertajuk 'Menilai Kelayakan Ekonomi LNG Skala Kecil untuk Pembangkit' secara virtual, Kamis (26/8).