43 Proyek Pembangkit yang Tertunda Kunci Capai Bauran EBT 23% di 2030

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Petani membersihkan permukaan panel surya (solar cell) di area lahan tumpang sari miliknya di Kelurahan Karanganyar, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).
3/11/2021, 11.06 WIB

Institute for Essential Services Reform mendorong proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang saat ini masih tersendat dapat segera beroperasi untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional.

Saat ini ada 43 proyek pembangkit EBT dengan kapasitas total 1,8 gigawatt (GW) masih belum memiliki jadwal Commercial Operation Date (COD). Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai dengan beroperasinya EBT tersebut peluang untuk mencapai target 23% bauran pada 2030 lebih besar.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, hingga 2025 kapasitas energi terbarukan direncanakan bertambah 11 GW.

"Jadi kalau proyek-proyek terkendala ini bisa dilaksanakan maka bisa meningkatkan peluang mencapai target 23% energi terbarukan," kata Fabby kepada Katadata.co.id, Rabu (3/11).

Oleh sebab itu, Fabby mendorong agar ke 43 proyek ini dapat segera beroperasi. Mengingat, pembangkit yang terkendala sebagian besar adalah proyek PLTA & Pump storage. "Mungkin karena pembebasan lahan dan dampak dari pandemi yang membuat persiapan proyek terkendala," ujarnya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Chrisnawan Anditya sebelumnya mengatakan dari proyek yang terkendala, porsi terbesarnya berasal dari pembangkit berbasis hidro/air. Antara lain PLTA Pump Storage Matenggeng 943 MW, PLTA Batang Toru 510 MW dan PLTA Jatigede 110 MW.

"Berdasarkan monitoring yang kami lakukan terhadap proyek dengan status bottleneck, saat ini masih terdapat 43 proyek pembangkit aneka EBT dengan kapasitas 1.804,21 MW yang belum mencapai COD," kata dia.

Secara umum, penyebab belum tercapainya COD proyek pembangkit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perizinan, pembebasan lahan, sumber pendanaan, dan aspek teknis pelaksanaan konstruksi baik yang bersumber dari kondisi alam maupun sebagai dampak pandemi Covid-19.

Di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung, menurut dia Kementerian ESDM akan tetap melaksanakan fasilitasi dan koordinasi dengan stakeholder terkait. Mulai dari Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah Daerah maupun Lembaga Pendanaan.

Hal ini dilakukan agar beberapa penyebab belum tercapainya COD proyek tersebut dapat diselesaikan. Meski begitu, Chrisnawan belum menghitung tambahan porsi bauran EBT jika ke 43 proyek itu dapat berjalan.

"Belum kami hitung, karena COD masing-masing pembangkit berbeda. Namun pastinya akan mampu meningkatkan kapasitas pembangkit EBT dan bauran EBT," katanya.

Reporter: Verda Nano Setiawan