PT Indonesia Battery Corporation (IBC) dan PT Aneka Tambang (ANTAM) menjalin kerjasama dengan produsen baterai asal Cina, Contemporary Amperex Technology (CATL) untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik senilai US$5,97 miliar atau Rp 85,77 triliun.
Walau nilai investasi yang dibutuhkan sudah tertera, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan bahwa komposisi pembaiayaan proyek dari masing-masing perusahaan belum dapat diungkapkan karena masih dalam tahap finalisasi.
"Secara garis besar untuk pengerjaan downstream atau pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi, IBC dan Antam akan menjadi pemegang saham minoritas. Tapi di atas 30% sampai 40%. Itu komposisi sahamnya," kata Toto dalam Mining Zone CNBC pada Rabu (11/5).
Sebaliknya, dari sisi pertambangan nikel, Indonesia akan menjadi pemilik saham mayoritas. Adapun cakupan proyek ini berupa penambangan nikel, pengolahan bijih nikel, produksi bahan baku hingga produksi baterai hingga proyek daur ulang baterai.
Perihal tempat atau lokasi pabrik, waktu pengerjaan dan kapasitas produksi maupun pengolahan masih dalam tahap studi. Nilai investasi sebesar US$ 5,97 miliar akan digunakan untuk berbagai keperluan seperti membangun infrastruktur pertambangan nikel senilai hampir US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar.
Selanjutnya ada pembangunan smelter yang difungsikan untuk mengolah bijih nikel serta pengadaan pabrik kimia untuk menghasilkan konsentrat nikel M-sulfat yang menenal biaya US$ 1,5 miliar. Untuk menjadi baterai kendaraan listrik, nikel M-sulfat diolah material katoda dan menjadi baterai ion lithium.
"Juga ada proses daur ulang baterai yang sudah tak lagi digunakan untuk diolah kembali menjadi bahan baku. Ini penting untuk keberlanjutan," kata Toto.
Jika nantinya proyek ini sudah berjalan, ujar Toto, potensi pasar untuk bisnis baterai kendaraan listrik tersebut akan menyasar pada pasar domestik dan internasional. Adapun di pasar domestik, diproyeksikan permintaan terhadap baterai kendaraan listrik akan terus meningkat sebesar 31% hingga 35% per tahun sampai tahun 2030.
Toto memprediksi, pada 2030 akan ada permintaan baterai sebesar 40 Gigawatt hours (GWh) yang terdiri dari 500.000 kendaraan mobil listrik dan 3,5 juta hingga 4 juta unit kendaraan listrik roda dua. Selain diperuntukkan untuk kendaraan listrik, produksi baterai juga akan difungsikan sebagai penyimpanan energi untuk PLN.
"Untuk menyerap dari energi terbarukan sekitar 3 GWH. dan sisanya diekspor ke tiga pasar utama di Eropa, Amerika Serikat dan Cina," ujarnya.
Dirut Antam, Nico Kanter, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri baterai karena memiliki sumber daya nikel yang melimpah. Indonesia berkontribusi pada 30% pasokan nikel dunia dengan cadangan sebesar 21 juta ton nikel.
Sementara di internal Antam, Nikel menjadi kontributor penjualan tersebesar nomor dua pada tahun 2021 dengan penjualan 28% dari total produk Antam. Jumlah ini hanya berada satu tingkat di bawah penjualan emas sebagai kontributor utama dalam penjualan produk Antam.
"Selain industri stainless stell, bisa juga diproses menjadi bahan baku baterai untuk kendaraan listrik. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mejadi pemain dominan dalam pemasok nikel global," ujarnya.