Negara G20 Sumbang 78% Emisi Karbon Dunia, RI Dorong Transisi Energi

ANTARA FOTO/REUTERS/Alexandros Avramidis/rwa/cf
Panel surya digunakan untuk memproduksi energi terbarukan terlhat saat acara peluncuran taman fotovoltaik di dekat Kozani, Yunani, Rabu (6/4/2022). Foto diambil dengan drone.
Penulis: Happy Fajrian
30/5/2022, 19.29 WIB

Perhelatan KTT G20 menjadi momen strategis bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk mengajak kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia untuk mengatasi krisis iklim global melalui transisi energi.

Co-Chair C20 Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan energi tidak hanya dipandang sebagai sebuah komoditas tetapi juga menjadi faktor pertumbuhan ekonomi.

“Forum G20 diharapkan menjadi titik transformasi pemimpin dunia dalam mewujudkan aksi ambisius terhadap perubahan iklim, khususnya melalui transisi energi,“ kata Aryanto dalam diskusi publik tentang transisi energi, Senin (30/5).

Saat ini ketergantungan negara-negara G20 terhadap pemakaian energi fosil masih sangat tinggi, tidak hanya minyak, tetapi konsumsi gas yang masih sangat tinggi.

G20 sebagai kelompok negara yang mendominasi sistem ekonomi global dan menjadi rumah bagi dua pertiga dari populasi dunia bertanggung jawab terhadap 78% emisi karbon global. Simak databoks berikut:

Aryanto menyampaikan bahwa memastikan stabilitas energi dan ketahanan energi dalam jangka panjang juga menjadi bagian dalam melakukan transisi energi. Jadi, sebelum transisi energi, ketahanan energi termasuk stabilitas energi menjadi penting apalagi di tengah krisis Ukraina maupun Rusia.

“Di satu sisi, para ilmuwan memberikan penilaian melalui IPCC Report tentang mitigasi perubahan iklim bahwa rata-rata emisi global tahunan mencapai nilai tertinggi sepanjang sejarah manusia dalam satu dekade terakhir,” ujarnya.

Walaupun peningkatan emisi mulai melambat, lanjut Aryanto, aksi perubahan iklim terbukti dengan menurunnya harga panel surya dan teknologi pembangkitan listrik tenaga angin secara signifikan.

Namun, upaya yang dilakukan saat ini masih sulit untuk mencapai target di bawah dua derajat Celcius. Bahkan diprediksi mencapai tiga derajat Celcius jika masih melakukan business as usual.

“Oleh karena itu, kita membutuhkan upaya yang luar biasa. Percepatan transisi menjadi kata kunci terkait hal ini,” ucap Aryanto.

Ia menerangkan salah satu tantangan terbesar melakukan transisi adalah kebutuhan pendanaan dan memastikan transisi energi yang berkeadilan. Di satu sisi kita butuh pendanaan, memastikan modal kapital itu benar-benar kita dorong untuk memperkuat transisi energi.

Menurut dia, transisi energi yang berkeadilan juga menjadi sebuah tantangan terbesar. Keadilan harus ada tidak hanya bagi negara-negara G20 tetapi juga negara-negara non G20.

Maka posisi ini menjadi sangat penting, termasuk mendorong praktik usaha berkelanjutan bagi para pengusaha sehingga dapat memobilisasi dana investor ke dalam negeri terhadap teknologi hijau.

“Selain itu, pemerintah dan pelaku usaha diminta untuk dapat membuat peta jalan transisi energi yang berkeadilan sekaligus transisi energi yang memastikan ekonomi hijau,” kata dia.

Reporter: Antara

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.