PLN mengajak semua negara anggota G20 untuk bisa berkolaborasi dalam upaya transisi energi untuk menurukan emisi karbon dan mencapai target netral karbon pada 2060.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan dukungan berupa pembiayaan berbunga rendah, kerangka kebijakan, dan kolaborasi proyek untuk bisa menjalankan proyek transisi energi.
Darmawan menyatakan seluruh upaya transisi energi PLN akan bedampak langsung pada dunia, sehingga upaya PLN dalam menurunkan emisi perlu mendapat dukungan dari sejumlah negara.
"Misalkan saja, emisi karbon yang dihasilkan di Bali saja juga akan berdampak pada Eropa dan Jepang," kata Darmawan dalam Road to G20 Dialogue bertajuk The Global Blended Finance Alliance for MSMEs and Energy Transition, dikutip dari siaran pers pada Kamis (14/7).
Selain itu, ujar Darmawan, PLN membutuhkan biaya US$ 500 miliar atau setara Rp 7.500 triliun dalam kurs Rp 15.000 untuk membangun pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) guna menjalankan proyek transisi energi atau mencapai target netral karbon 2060.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN bakal membangun pembangkit EBT sebesar sekitar 51,6% dari target penambahan pembangkit baru. Kemudian PLN akan secara bertahap mempensiunkan dini pembangkit berbasis batu bara.
“Kami sadar ini semua belum cukup. PLN juga mengakui tidak bisa melakukan semua ini sendiri,” sambung Darmawan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Luky Alfirman, menjelaskan Pemerintah Indonesia terbuka atas skema kerja sama energi bersih demi mencapai target pengurangan emisi global.
Indonesia mendorong adanya skema Blended Finance yang mampu menjadi win-win solution dari sisi investasi. “Blended Finance jadi salah satu cara untuk solusi pendanaan transisi energi. Saya yakin semua negara ingin mencapai cita-cita ini. Maka perlu kerja sama untuk bisa mencapai hal tersebut,” ujar Luky.
Blended finance dimaksudkan untuk menemukan skema pembiayaan yang optimal dengan mengkombinasikan beberapa sumber pendanaan atau pembiayaan dalam satu proyek seperti dari anggaran pemerintah, pihak swasta dan donor.
Asian Development Bank (ADB) pun mengajak semua pihak untuk bisa membantu Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi karbon ini. Vice President for East Asia, ADB, Ahmed Saeed, mengatakan pihaknya sudah sejak lama membantu Indonesia dalam proyek energi bersih.
Komitmen ADB terwujud dalam pembiayaan proyek kelistrikan PLN sebesar US$ 600 juta pada Mei 2022. Pembiayaan dari ADB ini dimanfaatkan oleh PLN untuk memperkuat jaringan transmisi di Indonesia dan juga pembangunan pembangkit berbasis EBT.
"Kami tentu saja akan selalu mendukung Indonesia. Kami mengajak semua pihak mempunyai semangat yang sama untuk menjawab kebutuhan Indonesia," ujar Ahmed.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan Indonesia perlu dukungan negara lain untuk bisa mencapai transisi energi.
Luhut menyampaikan PLN sebagai ujung tombak transisi energi di Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Luhut juga mendorong negara-negara G20 ikut terlibat dalam suksesnya program transisi energi.
"Kami membutuhkan kolaborasi yang konkret, tidak hanya kerja sama dari sisi pendanaan tetapi juga sharing teknologi dan investasi untuk membuka lapangan pekerjaan yang semuanya sejalan dengan cita-cita global dalam penurunan emisi," tukas Luhut.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.