Lambannya penyelesaian rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EBET) menjadi undang-undang diduga lantaran adanya sejumlah pejabat tinggi negara yang juga aktif di bisnis energi fosil, seperti batu bara.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto saat menjadi pembicara pada diskusi daring bertajuk Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global pada Kamis (11/8).
"Komisi VII segera menyusun RUU EBT yang itu tidak mudah karena politik kita semua adalah politik fosil. Saya kira kita tahu semuanya, hari ini adalah politik yang digerakkan oleh batu bara. Tokoh-tokoh besar politik besar itu adalah (pengusaha) batu bara," ujarnya.
Namun begitu, Sugeng menyakini bahwa semua pihak sudah saling sepakat untuk segera membahas regulasi mengenai pengembangan ekosistem energi baru dan terbarukan melalui payung hukum RUU EBET.
Menurut Sugeng, transisi dari penggunaan energi fosil ke energi bersih musti dipercepat. Sebab, cadangan energi primer berupa minyak, gas bumi dan batu bara hanya mampu bertahan selama kurang dari tujuh dekade.
Adapun cadangan pasti minyak bumi yang tersimpan di tanah air tinggal 2,5 miliar barel. Dengan asumsi lifting minyak sebesar 640.000 barel per hari, cadangan minyak bumi akan habis dalam waktu 9,5 tahun. "Itu kalau tidak ditemukan cadangan baru sebesar misalnya Blok Cepu atau Banyu Urip," sambungnya.
Hal serupa juga terjadi pada cadangan gas bumi. Sugeng menyebut, cadangan yang berhasil terdeteksi hanya 43,6 triliun kaki kubik dengan estimasi umur cadangan di angka 19,9 tahun. Dari jumlah tersebut, 40% dari gas bumi milik Indonesia dialihkan untuk kebutuhan ekspor dalam bentuk gas alam cair (LNG).
Kemudian cadangan batu bara nasional saat ini masih sebanyak 39,6 miliar ton dengan estimasi umur cadangan 70,6 tahun. Menurut Sugeng, batu bara merupakan penyumbang karbon tertinggi di antara bahan bakar lain seperti minyak dan gas.
"Perubahan iklim bukan isapan jempol, dia hadir betul di tengah kita. Pulau Jawa bagian utara sering terjadi rob dan juga intrusi air laut karena naiknya suhu air laut. Energi fosil sudah menjadi masalah yang sangat serius hari ini. Baik keberadaannya maupun sifatnya," ujarnya.
Daftar Pejabat Tinggi Negara di Bisnis Energi Fosil
Melansir laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bertajuk #BERSIHKANKABINET 2.0 yang dirilis pada Oktober 2019, sejumlah pejabat tinggi di Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Presiden Joko Widodo terafiliasi di perusahaan batu bara.
Prabowo Subianto yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan tercatat sebagai pemilik Nusantara Energy Resources yang menaungi 17 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, seperti kehutanan, kertas dan bubur kertas, kelapa sawit, tambang batu bara, dan perusahaan jasa.
Adapun perusahaan batu bara Prabowo yaitu Nusantara Kaltim Coal. Anak perusahaan Nusantara Energy yang didirikan pada 2005 ini memiliki hak konsesi meliputi area seluas 60.000 pertambangan batu bara di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Selanjutnya ada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang tercatat sebagai pemilik saham PT Toba Sejahtra sebesar 99,9%. Toba Sejahtra memiliki saham di PT Toba Bara Sejahtera sebesar 10%.
Saat ini, terdapat 16 perusahaan di bawah payung Toba Sejahtra dengan pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara sebagai bisnis utamanya.
Laporan Global Witness pada 2 April 2019, menyebut Luhut menjual 62% saham Toba Bara Sejahtra miliknya ke pembeli yang diduga adalah perusahaan cangkang pada 2016, Highland Strategic holding. Pada tahun 2007, Toba mengoperasikan tambang batu baranya yang pertama serta menghasilkan pendapatan sebesar US$ 5 juta.
Jatam juga menyebut keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir dalam korporasi batu bara. Saudara kandungnya Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang pada 2015 harta kekayaannya tercatat sebesar US$ 605 juta.
Perusahaan induknya PT Trinugraha Thohir (TNT Group) juga membawahi PT Surya Essa Perkasa, PT Wahanaartha Harsaka, Restoran Hanamasa, Pronto, dan Yakun Kaya Toast.
Selain itu, Ketua Umum Partai Golkar yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam laporan yang ditulis Jatam tersebut, Airlangga tercatat sebagai komisaris di perusahaan tambang batu bara PT Multi Harapan Utama (MHU) di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur seluasnya 39.972 hektar.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersama Garibaldi Tohir juga merupakan komisaris PT Merdeka Copper Gold, salah satu pemegang saham PT Bumi Suksesindo yang menambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi.
Industri pertambangan di Selatan Banyuwangi ini juga berpotensi akan terus meluas hingga ke Kecamatan Siliragung. Hal ini dikuatkan oleh Perda Kabupaten Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.
Dalam pasal 60 huruf a, dinyatakan bahwa kawasan pertambangan mineral logam akan dikonsentrasikan pada 2 kecamatan yang terletak di pesisir Selatan Banyuwangi, yakni Pesanggaran dan Siliragung, dengan luasan mencapai 22.600 hektare.